[Bahaduri Bikir] Bagian 10 : Elak
"Bro!! LARRIIIII!!!!", Aku refleks langsung lari seperti dikejar setan.
Aku terus berlari dan berlari seperti orang kesetanan, begitu juga dengan Bro yang berlari tanpa melihat kebelakang. Kami melewati gang-gang sempit, persimpangan lalu lintas, simpang tiga jalan, simpang empat jalan, pertokoan, kantor provinsi, pasar-pasar dan taman yang luas. Kami terus berlari seolah bola-bola itu berada sejengkal dibelakang kami.
"BRO!! APA KAU PUNYA IDE TEMPAT BERSEMBUNYI!!??", Aku berteriak takala berlari.
"Di tempat perbelanjaan Duta? Di sana mungkin banyak orang berkumpul!", Bro menjawabnya sembari melompati pagar taman yang rendah.
"OH! IDE BAGUS! KITA PERGI KE SANA!!"
Kami langsung berlari ke arah tempat perbelanjaan Duta. Dan benar saja, banyak orang-orang yang sedang berbelanja. Kamipun masuk kedalam dan pergi ke tengah-tengah tempat perbelanjaan.
Aku tergopoh-gopoh, kembang kempis dadaku rasanya. Berlari sejauh dua setengah kilometer dalam satu waktu rasanya sungguh terlalu kalo dilakukan tanpa ada desakan. Yap, hanya berlari satu-satunya pilihan saat ini.
Setelah agak membaik, Aku menyentuh tombol garis tiga di lenganku, dan entah sejak kapan ada pilihan mode pengembang. Mode yang yang dikhususkan untuk pemrogram untuk memodifikasi dan atau merubah kodingan-kodingan yang sudah ada.
Kubuka mode pengembang itu dan muncul serbuk-serbuk berwarna putih dan hitam, mereka berkumpul di depanku. Setelah beberapa saat, mereka membentuk sebuah layar yang menyerupai hologram dan keyboard yang berbentuk hologram juga, namun masih bisa dirasakan.
Layar itu menampilkan kodingan-kodingan dunia VR ini. Setelah kulihat-lihat semua filenya, ada banyak bahasa pemrograman lainnya yang nggak kupahami. Ini bukan bahasa Kiwari Purwarupa!
Seharusnya, dunia VR hanya terbuat dari bahasa Kiwari. Aku curiga, ada orang yang sengaja menyisipkan skrip ini yang diterjemahkan menjadi bola-bola yang bertujuan untuk menghancurkan kami, dan dunia VR. Skrip itu mengacak-acak kodingan-kodingannya, sampai-sampai mesin nggak bisa membacanya lagi sebagai kode pemrograman.
Aku merasa sulit, bagaimana Aku bisa menyelesaikan masalah ini. Kalau skrip ini nggak segera dihentikan, bola-bola itu terus mengacak-acak kodingan-kodingan bahasa Kiwari. Dan sekarang, Bro malah melihatiku dengan tatapan kosong!
PLAK!!!
"Bro!", Aku menampar pipi Bro hingga memerah.
"Mengapa Anda menampar Saya?", Bro menatapku dengan meringis kesakitan dan memegang pipinya yang memerah.
"Kenapa kau bengong? Ini bukan saatnya bengong!", Aku merasa kebingungan ketika melihat Bro yang seperti itu dan melihat skrip bola-bola itu yang terus mengacak-acak kodingan.
"Saya, terus melihat Anda. Banyak kodingan-kodingan yang Saya kenal, tetapi sebagian ada yang merupakan bahasa mesin, dan sebagian lagi.... Bahasa yang aneh untuk kodingan", Bro terus melihat layar berbentuk hologram itu dengan seksama.
"Eh? Kau kenal sama bahasa-bahasa ini? Kau bisa memperbaikinya?", Aku sedikit menaruh harapan kepada Bro.
"Saya tidak yakin, tapi.... Jika boleh, Saya akan mencobanya", Bro terlihat seperti menganalisis kodingan-kodingan.
"Baik, kau sentuh tombol garis tiga di lenganmu dan pilih tombol yang bergambar 'tanda kurang dari, tanda garis miring, dan tanda lebih dari', akan muncul layar dan keyboard seperti di hadapanku. Kau bisa mengubah kodingannya. Tapi tujuan kita sekarang bukan mengembalikan dunia VR seperti sedia kala, tapi menghapus skrip bola-bola itu dan kembali ke dunia nyata", Aku menjelaskannya dengan penuh semangat.
"Baiklah", Bro menyentuh tombol garis tiga di lengannya dan memilih tombol mode pengembang.
Setelah layar dan keyboard hologram terbentuk di hadapannya, Ia langsung sibuk mencari celah agar skrip bola-bola itu. Terlihat dari ekspresi mukanya yang serius. Akupun mencari celah dikodingannya agar dapat kembali terhubung kepada Daru-san.
Setelah cukup lama, Aku belum menemukan celah bagaiamana caranya agar bisa terhubung dengan Daru-san. Dan bola-bola itu belum sampai kemari.
"Sisa berapa yang bisa diperbaiki?", tanyaku kepada Bro dengan antusias.
"Sebagian besar, hanya tersisa dua. Karena mereka memiliki skrip yang lebih kompleks", Bro menjawabnya sembari menganalisis dan mengubah kodingan tertentu.
Lalu Aku melihat sekeliling, sepertinya baik-baik saja. Belum ada tanda-tanda bola-bola itu datang ke tempat ini.
BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!!
Aku langsung tersentak kaget mendengar pukulan yang dihasilkan bola-bola itu. Bro langsung menatap kaget dan waspada takala mendengarnya.
BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!!
Bola-bola itu menghancurkan butik, restoran, tempat perhiasan, tempat menjual gawai-gawai, toko sepatu, toko mainan, dan taman bermain. Bola-bola itu kehilangan salah satu tangannya yang besar itu, namun masih sanggup untuk menghancurkan orang-orang dan tempat-tempat itu secara masif.
BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!!
Aku langsung menarik tangan Bro untuk keluar dari tempat perbelanjaan Duta. Melewati toko-toko dan pameran yang dipadati oleh pengunjung, kami menerobos menuju ke pintu keluar yang terbuat dari kaca.
Sesampainya di luar, kami berada di parkiran. Aku melihat ada banyak mobil, sepeda motor, dan sepeda yang terparkir. Bro langsung menarikku ke parkiran sepeda.
"Ayo, kita pakai sepeda ini untuk melarikan diri!", Bro menyuruhku menggunakan sepeda untuk melarikan.
"Aku nggak bisa naik sepeda....", lirihku dengan rasa getir.
Ugh... Seumur-umur Aku nggak pernah naik sepeda, bahkan nggak pernah diajari sekalipun. Sewaktu kecil, Aku lebih sering berjalan kaki atau diantar menggunakan mobil. Waktu kecilku tersita habis untuk mempelajari bahasa Kiwari, bahkan untuk bermain pun hampir tidak ada.
Kami hening beberapa saat, Bro menampilkan muka ketidakpercayaan nya kepadaku dengan menyipitkan mata.
"Beneran deh.... Aku nggak bisa memakainya ataupun mengendarainya. Jika nggak ada solusi lain, kita lari aja lagi...", Aku merasa pasrah dengan keadaan.
"Tidak, ayo naik. Aku yang mengayuhnya", Bro langsung naik ke sepeda berwarna hitam di sekitar kami. Sepeda itu mempunyai dua dudukan, satunya di depan dan satunya di belakang. Aku mendudukinya di bagian belakang.
Bro langsung megayuh sepedanya dengan cepat, dan Aku refleks langsung memegang erat sisi kanan dan kiri seragam Bro yang berwarna coklat itu. Dan Bro mengayuh sepeda itu menjauhi tempat perbelanjaan Duta. Aku tegang, dan bingung harus mencari kemana lagi harus bersembunyi.
"Bro! Kita kemana??", Aku bertanya kepada Bro dengan setengah berteriak dan tetap memegang erat seragam Bro.
"En-Tahlah! Kita sebaiknya pergi ke mana?", Bro terengah-engah mengayuh sepedanya dengan kecepatan secepat yang bisa dicapainya.
"Um.... Yang mempunyai timbunan kodingan! Mungkin apartemen?"
"Sepertinya kurang, Saya membutuhkan lebih banyak lagi", Bro mengernyitkan dahinya.
"Tempat yang jarang dikunjungi sih, perpustakaan! Itu banyak timbunan kodingannya!", Aku mengatakannya dengan penuh semangat.
"Bagus juga, tapi seandainya ada tempat yang mempunyai banyak timbunan kodingan acak. Tapi itu juga menyulitkan Saya, pilihan perpustakaan merupakan hal yang bagus!", Bro memacu kayuhan sepedanya lebih cepat dan kami menuju ke perpustakaan daerah. Lima kilometer dari tempat perbelanjaan Duta.
Bro terus mengayuh tanpa henti, seperti nggak punya capek. Kalo Aku mungkin udah capek terus-terusan mengayuh, tapi berlari lebih capek lagi sih. Aku melihat kebelakang, sebagian kota sudah hancur. Hampa, hanya warna putih saja, dan angka-angka biner yang menguap ke atas. Rasanya kota Bandarmasih mengalami pemusnahan, di dunia VR. Kulihat ke depan masih ada bangunan-bangunan, gedung-gedung, dan kendaraan-kendaraan yang berhenti beserta orang-orang yang belum dihancurkan. Mereka terheran-heran melihat uapan-uapan itu. Jika Aku jadi mereka... Mungkin reaksiku seperti mereka juga.
Akhirnya, Aku melihat sebuah bangunan yang berbentuk memanjang lurus ke depan dan memiliki atap bubungan, katanya bangunan yang berbentuk seperti perpustakaan itu disebut bubungan tinggi. Perpustakaan itu terlihat ramai orang, mungkin karena ada acara di dalamnya.
Bro memasuki parkiran perpustakaan, dan benar saja. Ada sebuah pameran buku-buku dan orang-orang sedang melihat, berbelanja buku-buku. Bro memarkirkan sepedanya sembarangan dan menarik lengan bajuku, menuju ke perpustakaan anak-anak.
Setelah di dalam, resepsionis yang mengenakan blazer bermotif sasirangan langsung menyodorkan buku tamu. Berwarna hijau dengan aksen kuning. Aku berinisiatif langsung menulis nama kami berdua dan bergegas duduk di ruangan yang paling ujung. Resepsionis itu menutup buku tamunya dan tersenyum kepada kami. Ada bantal-bantal besar berwarna hitam dan meja kecil.
Aku duduk di salah satu bantal-bantal besar, begitu juga dengan Bro. Kami persis berhadapan duduknya.
"Bro.... Apa kau bisa melanjutkan memperbaiki kodingannya? Kau terlihat lelah", Aku melihat Bro dengan keringat yang bercucuran meskipun di dalam ruangan ini menggunakan pendingin udara.
"Saya.... Tolong beri waktu Saya istirahat sebentar", Bro mengibas-ngibaskan tangannya di depan mukanya.
"Baik, silakan", Aku beranjak dari tempat duduk dan ingin membeli minuman di kulkas dekat resepsionis tadi.
"Anda ingin pergi ke mana?", tanya Bro dengan ragu.
"Aku ingin beli minuman", Aku terus berjalan ke arah resepsionis.
Aku melihat minuman-minuman di dalam kulkasnya. Terlihat segar, dan menggoda.
Aku bisa merasakan air liurku sedang menari-nari di dalam mulutku. Aku mengambil sekotak susu sapi dan sebotol teh hitam, dan merogoh kantong yang berada di saku rok.
Setelah membayar minuman itu kepada resepsionis, Aku berjalan lagi ke tempat semula. Kulihat Bro sedang memperbaikinya. Akupun duduk dan meletakkan minuman-minuman itu di atas meja.
"Bro, kau mau teh hitam atau susu sapi?", Aku menawarkan minuman kepada Bro.
"Teh hitam, terima kasih", Bro langsung mengambil botol yang berisi teh hitam dingin dan meminumnya hingga seperempat penuh yang tersisa.
Aku mengambil kotak susu sapi itu dan meminumnya dengan perlahan, dan tak terasa susu sapinya habis, saking hausnya. Aku melihat sekeliling yang tiba-tiba menguap, termasuk benda-benda disekitarku. Aku menutup mataku untuk sesaat. Sepertinya setelah ini kami akan kembali ke dunia nyata.
>> Back to Bit_Memoir Page
Aku terus berlari dan berlari seperti orang kesetanan, begitu juga dengan Bro yang berlari tanpa melihat kebelakang. Kami melewati gang-gang sempit, persimpangan lalu lintas, simpang tiga jalan, simpang empat jalan, pertokoan, kantor provinsi, pasar-pasar dan taman yang luas. Kami terus berlari seolah bola-bola itu berada sejengkal dibelakang kami.
"BRO!! APA KAU PUNYA IDE TEMPAT BERSEMBUNYI!!??", Aku berteriak takala berlari.
"Di tempat perbelanjaan Duta? Di sana mungkin banyak orang berkumpul!", Bro menjawabnya sembari melompati pagar taman yang rendah.
"OH! IDE BAGUS! KITA PERGI KE SANA!!"
Kami langsung berlari ke arah tempat perbelanjaan Duta. Dan benar saja, banyak orang-orang yang sedang berbelanja. Kamipun masuk kedalam dan pergi ke tengah-tengah tempat perbelanjaan.
Aku tergopoh-gopoh, kembang kempis dadaku rasanya. Berlari sejauh dua setengah kilometer dalam satu waktu rasanya sungguh terlalu kalo dilakukan tanpa ada desakan. Yap, hanya berlari satu-satunya pilihan saat ini.
Setelah agak membaik, Aku menyentuh tombol garis tiga di lenganku, dan entah sejak kapan ada pilihan mode pengembang. Mode yang yang dikhususkan untuk pemrogram untuk memodifikasi dan atau merubah kodingan-kodingan yang sudah ada.
Kubuka mode pengembang itu dan muncul serbuk-serbuk berwarna putih dan hitam, mereka berkumpul di depanku. Setelah beberapa saat, mereka membentuk sebuah layar yang menyerupai hologram dan keyboard yang berbentuk hologram juga, namun masih bisa dirasakan.
Layar itu menampilkan kodingan-kodingan dunia VR ini. Setelah kulihat-lihat semua filenya, ada banyak bahasa pemrograman lainnya yang nggak kupahami. Ini bukan bahasa Kiwari Purwarupa!
Seharusnya, dunia VR hanya terbuat dari bahasa Kiwari. Aku curiga, ada orang yang sengaja menyisipkan skrip ini yang diterjemahkan menjadi bola-bola yang bertujuan untuk menghancurkan kami, dan dunia VR. Skrip itu mengacak-acak kodingan-kodingannya, sampai-sampai mesin nggak bisa membacanya lagi sebagai kode pemrograman.
Aku merasa sulit, bagaimana Aku bisa menyelesaikan masalah ini. Kalau skrip ini nggak segera dihentikan, bola-bola itu terus mengacak-acak kodingan-kodingan bahasa Kiwari. Dan sekarang, Bro malah melihatiku dengan tatapan kosong!
PLAK!!!
"Bro!", Aku menampar pipi Bro hingga memerah.
"Mengapa Anda menampar Saya?", Bro menatapku dengan meringis kesakitan dan memegang pipinya yang memerah.
"Kenapa kau bengong? Ini bukan saatnya bengong!", Aku merasa kebingungan ketika melihat Bro yang seperti itu dan melihat skrip bola-bola itu yang terus mengacak-acak kodingan.
"Saya, terus melihat Anda. Banyak kodingan-kodingan yang Saya kenal, tetapi sebagian ada yang merupakan bahasa mesin, dan sebagian lagi.... Bahasa yang aneh untuk kodingan", Bro terus melihat layar berbentuk hologram itu dengan seksama.
"Eh? Kau kenal sama bahasa-bahasa ini? Kau bisa memperbaikinya?", Aku sedikit menaruh harapan kepada Bro.
"Saya tidak yakin, tapi.... Jika boleh, Saya akan mencobanya", Bro terlihat seperti menganalisis kodingan-kodingan.
"Baik, kau sentuh tombol garis tiga di lenganmu dan pilih tombol yang bergambar 'tanda kurang dari, tanda garis miring, dan tanda lebih dari', akan muncul layar dan keyboard seperti di hadapanku. Kau bisa mengubah kodingannya. Tapi tujuan kita sekarang bukan mengembalikan dunia VR seperti sedia kala, tapi menghapus skrip bola-bola itu dan kembali ke dunia nyata", Aku menjelaskannya dengan penuh semangat.
"Baiklah", Bro menyentuh tombol garis tiga di lengannya dan memilih tombol mode pengembang.
Setelah layar dan keyboard hologram terbentuk di hadapannya, Ia langsung sibuk mencari celah agar skrip bola-bola itu. Terlihat dari ekspresi mukanya yang serius. Akupun mencari celah dikodingannya agar dapat kembali terhubung kepada Daru-san.
Setelah cukup lama, Aku belum menemukan celah bagaiamana caranya agar bisa terhubung dengan Daru-san. Dan bola-bola itu belum sampai kemari.
"Sisa berapa yang bisa diperbaiki?", tanyaku kepada Bro dengan antusias.
"Sebagian besar, hanya tersisa dua. Karena mereka memiliki skrip yang lebih kompleks", Bro menjawabnya sembari menganalisis dan mengubah kodingan tertentu.
Lalu Aku melihat sekeliling, sepertinya baik-baik saja. Belum ada tanda-tanda bola-bola itu datang ke tempat ini.
BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!!
Aku langsung tersentak kaget mendengar pukulan yang dihasilkan bola-bola itu. Bro langsung menatap kaget dan waspada takala mendengarnya.
BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!!
Bola-bola itu menghancurkan butik, restoran, tempat perhiasan, tempat menjual gawai-gawai, toko sepatu, toko mainan, dan taman bermain. Bola-bola itu kehilangan salah satu tangannya yang besar itu, namun masih sanggup untuk menghancurkan orang-orang dan tempat-tempat itu secara masif.
BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!! BRAAAKKK!!!
Aku langsung menarik tangan Bro untuk keluar dari tempat perbelanjaan Duta. Melewati toko-toko dan pameran yang dipadati oleh pengunjung, kami menerobos menuju ke pintu keluar yang terbuat dari kaca.
Sesampainya di luar, kami berada di parkiran. Aku melihat ada banyak mobil, sepeda motor, dan sepeda yang terparkir. Bro langsung menarikku ke parkiran sepeda.
"Ayo, kita pakai sepeda ini untuk melarikan diri!", Bro menyuruhku menggunakan sepeda untuk melarikan.
"Aku nggak bisa naik sepeda....", lirihku dengan rasa getir.
Ugh... Seumur-umur Aku nggak pernah naik sepeda, bahkan nggak pernah diajari sekalipun. Sewaktu kecil, Aku lebih sering berjalan kaki atau diantar menggunakan mobil. Waktu kecilku tersita habis untuk mempelajari bahasa Kiwari, bahkan untuk bermain pun hampir tidak ada.
Kami hening beberapa saat, Bro menampilkan muka ketidakpercayaan nya kepadaku dengan menyipitkan mata.
"Beneran deh.... Aku nggak bisa memakainya ataupun mengendarainya. Jika nggak ada solusi lain, kita lari aja lagi...", Aku merasa pasrah dengan keadaan.
"Tidak, ayo naik. Aku yang mengayuhnya", Bro langsung naik ke sepeda berwarna hitam di sekitar kami. Sepeda itu mempunyai dua dudukan, satunya di depan dan satunya di belakang. Aku mendudukinya di bagian belakang.
Bro langsung megayuh sepedanya dengan cepat, dan Aku refleks langsung memegang erat sisi kanan dan kiri seragam Bro yang berwarna coklat itu. Dan Bro mengayuh sepeda itu menjauhi tempat perbelanjaan Duta. Aku tegang, dan bingung harus mencari kemana lagi harus bersembunyi.
"Bro! Kita kemana??", Aku bertanya kepada Bro dengan setengah berteriak dan tetap memegang erat seragam Bro.
"En-Tahlah! Kita sebaiknya pergi ke mana?", Bro terengah-engah mengayuh sepedanya dengan kecepatan secepat yang bisa dicapainya.
"Um.... Yang mempunyai timbunan kodingan! Mungkin apartemen?"
"Sepertinya kurang, Saya membutuhkan lebih banyak lagi", Bro mengernyitkan dahinya.
"Tempat yang jarang dikunjungi sih, perpustakaan! Itu banyak timbunan kodingannya!", Aku mengatakannya dengan penuh semangat.
"Bagus juga, tapi seandainya ada tempat yang mempunyai banyak timbunan kodingan acak. Tapi itu juga menyulitkan Saya, pilihan perpustakaan merupakan hal yang bagus!", Bro memacu kayuhan sepedanya lebih cepat dan kami menuju ke perpustakaan daerah. Lima kilometer dari tempat perbelanjaan Duta.
Bro terus mengayuh tanpa henti, seperti nggak punya capek. Kalo Aku mungkin udah capek terus-terusan mengayuh, tapi berlari lebih capek lagi sih. Aku melihat kebelakang, sebagian kota sudah hancur. Hampa, hanya warna putih saja, dan angka-angka biner yang menguap ke atas. Rasanya kota Bandarmasih mengalami pemusnahan, di dunia VR. Kulihat ke depan masih ada bangunan-bangunan, gedung-gedung, dan kendaraan-kendaraan yang berhenti beserta orang-orang yang belum dihancurkan. Mereka terheran-heran melihat uapan-uapan itu. Jika Aku jadi mereka... Mungkin reaksiku seperti mereka juga.
Akhirnya, Aku melihat sebuah bangunan yang berbentuk memanjang lurus ke depan dan memiliki atap bubungan, katanya bangunan yang berbentuk seperti perpustakaan itu disebut bubungan tinggi. Perpustakaan itu terlihat ramai orang, mungkin karena ada acara di dalamnya.
Bro memasuki parkiran perpustakaan, dan benar saja. Ada sebuah pameran buku-buku dan orang-orang sedang melihat, berbelanja buku-buku. Bro memarkirkan sepedanya sembarangan dan menarik lengan bajuku, menuju ke perpustakaan anak-anak.
Setelah di dalam, resepsionis yang mengenakan blazer bermotif sasirangan langsung menyodorkan buku tamu. Berwarna hijau dengan aksen kuning. Aku berinisiatif langsung menulis nama kami berdua dan bergegas duduk di ruangan yang paling ujung. Resepsionis itu menutup buku tamunya dan tersenyum kepada kami. Ada bantal-bantal besar berwarna hitam dan meja kecil.
Aku duduk di salah satu bantal-bantal besar, begitu juga dengan Bro. Kami persis berhadapan duduknya.
"Bro.... Apa kau bisa melanjutkan memperbaiki kodingannya? Kau terlihat lelah", Aku melihat Bro dengan keringat yang bercucuran meskipun di dalam ruangan ini menggunakan pendingin udara.
"Saya.... Tolong beri waktu Saya istirahat sebentar", Bro mengibas-ngibaskan tangannya di depan mukanya.
"Baik, silakan", Aku beranjak dari tempat duduk dan ingin membeli minuman di kulkas dekat resepsionis tadi.
"Anda ingin pergi ke mana?", tanya Bro dengan ragu.
"Aku ingin beli minuman", Aku terus berjalan ke arah resepsionis.
Aku melihat minuman-minuman di dalam kulkasnya. Terlihat segar, dan menggoda.
Aku bisa merasakan air liurku sedang menari-nari di dalam mulutku. Aku mengambil sekotak susu sapi dan sebotol teh hitam, dan merogoh kantong yang berada di saku rok.
Setelah membayar minuman itu kepada resepsionis, Aku berjalan lagi ke tempat semula. Kulihat Bro sedang memperbaikinya. Akupun duduk dan meletakkan minuman-minuman itu di atas meja.
"Bro, kau mau teh hitam atau susu sapi?", Aku menawarkan minuman kepada Bro.
"Teh hitam, terima kasih", Bro langsung mengambil botol yang berisi teh hitam dingin dan meminumnya hingga seperempat penuh yang tersisa.
Aku mengambil kotak susu sapi itu dan meminumnya dengan perlahan, dan tak terasa susu sapinya habis, saking hausnya. Aku melihat sekeliling yang tiba-tiba menguap, termasuk benda-benda disekitarku. Aku menutup mataku untuk sesaat. Sepertinya setelah ini kami akan kembali ke dunia nyata.
>> Back to Bit_Memoir Page
Komentar
Posting Komentar