[Nara Lakuna] Bagian 4 : Hari yang muskil
Tidak terasa matahari pagi di hari lain telah muncul. Saya beranjak bangun dari ranjang tempat tidur dan masuk ke kamar mandi. Seperti hari lainnya, tetapi ada yang lain dari hari sebelumnya. Hari ini Saya memakai baju seragam lengan pendek bagian atas baju berwarna biru malam dan bagian bawah baju berwarna biru muda, memakai celana dan sepatu yang senada, warna hitam pekat. Seragam untuk kegiatan praktek sesuai dengan jurusan yang diambil.
Setelah berpakaian, Saya keluar kamar dan menuju ke dapur. Defara sudah berada di dapur dan memakan nasi kuning dan telur masak habang, telur dengan saus balado berwarna merah. Saya duduk di sebelah Defara dan memakan nasi kuning beserta telur masak habang yang ada di hadapan.
Seusai sarapan, kami berjalan sama-sama menuju sekolah dan berpisah seperti kemarin. Sampai di sekolah, Saya melihat seorang perempuan berambut hitam ikal panjang sepinggang yang dikelilingi oleh banyak laki-laki.
"Hei cantik, minta nomor hapemu dong?", tanya salah satu laki-laki itu dengan genit.
"Nggak! Aku nggak mau!", perempuan itu setengah berteriak.
"Ayolah, atau kita ke diskotik aja? Ngedugem?", tiba-tiba salah satu laki-laki itu menggengam pergelangan tangan kiri perempuan itu.
"Hei! Anda apakan teman Saya?", Saya berjalan mendekat ke kerumunan dan perempuan itu.
"Cih! Kau ternyata. Menjijikkan rasanya menyentuh temanmu ini!!", salah satu laki-laki itu melepas genggamannya dengan melempar.
"Kandias ya? Menyebalkan ternyata, sejak kapan kau punya teman secantik ini? Rasanya seketika memuakkan melihat kalian berdua!", laki-laki lain menimpali yang sebelumnya.
"Ayolah guys, kita pergi dari sini. Lalat-lalat disini pun lebih dipuja daripada mereka berdua!", segerombol laki-laki itu meninggalkan Saya dan perempuan ini.
Saya merasa perempuan itu benar-benar memerlukan bantuan. "Pergelangan tangan Anda tidak apa-apa?", Saya melihat perempuan itu meringis karena genggaman yang tadi.
Perempuan itu hanya menunduk tanpa menjawab pertanyaan Saya.
"Apa Anda baik-baik saja? Apa Ada masalah?", Saya melihat perempuan itu tetap menunduk.
__"Jam pertama pelajaran sudah dimulai, silakan masuk ke kelas masing-masing"__
Pemberitahuan dari TOA sudah memberitahu jika pembelajaran hendak dimulai. Saya melihat perempuan itu tetap menunduk, "Saya masuk ke kelas dulu ya? Sepertinya yang lain sudah masuk kelas, Anda sebaiknya masuk ke dalam kelas juga".
Saya berlari menuju kelas Saya. Dan untungnya belum ada guru yang masuk ke dalam kelas. Zaki sudah berada di tempat duduk biasanya. Pembelajaran seperti biasanya, dan yang aneh dengan hari ini... Saat keluar kelas, entah ke kantin atau ke taman. Seolah ada yang melihat dari jauh, saat melihat ke belakang tidak ada orang atau apapun. Saya merasa aneh.
Saat pulang sekolah, hingga duduk di halte dekat sekolah Hana-chi juga terasa. Saya merasa aneh, dilihat dari sudut manapun. Saya tidak melihat seseorang atau apapun yang menjadi sumbernya.
"Bro!", Saya mendengar panggilan dan melihat Hana-chi melambaikan tangannya sembari berlari ke arah Saya.
"Hana-chi.... Anda sedang sibuk?", Saya merasa lelah secara fisik karena cuacanya yang bisa dibilang panas. Sekitar 40 derajat celcius menurut perkiraan Saya.
"Maaf, tadi Aku membaca dia-. Maaf Bro. Sepertinya ada seseorang yang terus melihatimu dari tadi. Mungkin dia ada perlu sama Bro", Hana-chi menunjuk ke arah halte bis di sebelah kiri sekolah yang tidak jauh dari sini.
Seorang perempuan dengan mata bulat berwarna hitam, berambut hitam ikal yang panjangnya sepinggang, yang mengenakan seragam yang sama dengan Saya. Perbedaan hanya warna biru muda diganti dengan warna jingga dan perempuan itu memakai rok panjang hingga ke mata kaki. Perempuan itu mukanya memerah dan berjalan ke arah kami.
Perempuan itu berhenti di hadapan Saya, dia hanya memalingkan pandangannya dan mukanya semakin memerah. Saya dan Hana-chi bertukar pandangan, dan Saya bingung dengan perempuan ini. Jika bisa disimpulkan; sedari tadi perempuan itu selalu mengikuti Saya, sampai sekarangpun. Seandainya Hana-chi tidak menyadari keberadaannya, Saya tidak akan pernah menyadarinya juga.
"A-a-a-anu! Maaf, Terima kasih sudah menolongku kemarin lusa. Ma-maukah kau jadi p-pacarku?", perempuan itu tergagap dan spontan menutup mukanya saat selesai bicara dengan kedua tangannya.
Kenapa perempuan itu. Apa yang barusan Saya perbuat. Saya hanya menolongnya dan tiba-tiba dia meminta Saya untuk menjadi pacarnya. Dan Saya baru bertemu dengannya hari ini, perempuan itu mengatakan kemarin lusa. Mungkin sebuah jebakan.
"Maaf, Aku menolaknya", Saya mengatakannya dengan tegas.
"Ah.... Maaf....", Perempuan itu tertunduk lesu dan suasana menjadi sunyi.
"Anu, nama kakak siapa? Kalau boleh tau? Dan kenapa kakak mengajak kak Kandias jadi pacar kakak secara tiba-tiba?", Hana-chi bertanya kepada perempuan itu dengan wajah yang aneh.
"Aku.... Eka Nandaryani, orang sering memanggilku dengan nama Nanda. Adek sendiri?", perempuan yang bernama Eka Nandaryani memandang ke arah Hana-chi.
"Aku, Hanako. Kak Nanda kenapa mengajak Kak Kandias jadi pacar kakak?", Hana-chi menanyakannya dengan jujur.
"Jadi namanya... Kandias ya..... Aku menyukai Kandias dari awal Aku bertemu dengannya. Dia terlihat berbeda dari semua cowok yang pernah dekat denganku", Eka Nandaryani tersenyum dan terlihat senang.
"Terus.... Berbeda dengan cowok-cowok yang pernah dekat dengan kakak? Kak Kandias itu seperti apa?", Hana-chi menatap Saya dengan aneh. Insting Saya mengatakan jika Hana-chi memandang rendah Saya. Saya merasa benci dengan Hana-chi untuk saat ini.
"Kandias.... Tidak mengangguku. Dia membantuku saat acara masa orientasi sekolah, jika Aku berada didekatnya... Aku merasa aman. Dia tipe cowok idealku", Eka Nandaryani menjelaskan alasannya yang membuat Saya merasa muak. Saya menganggap Eka Nandaryani seseorang yang mengharapkan pangeran dalam hidupnya. Maksud Saya, pangeran yang tidak ada cacat sedikitpun. Satu kata, sempurna. Saya tidak mengerti mengapa Eka Nandaryani memilih Saya. Sebuah kejanggalan.
"Maaf, Saya benar-benar tidak mengerti. Anda mengajak pacaran karena Saya tidak mengganggu anda? Bukannya ada banyak laki-laki lain yang seperti itu di dunia ini?", Saya beranjak dari tempat duduk dan menatap ke arah Eka Nandaryani disertai dengan rasa sebal.
"A-a-a-Aku", Eka Nandaryani gugup dan mundur beberapa langkah dari hadapan Saya.
"Bro, jangan membuat kak Nanda takut.... Kak Nanda berbeda denganku", Hana-chi menarik lengan baju Saya dengan pelan. Eka Nandaryani tampak menghela nafas dan wajahnya berubah menjadi lebih tenang dengan menggenggam kedua tangannya di dadanya.
"Menurutku.... Kandias keren. Saat Aku melihat kamu, Aku merasa.... Seperti ada yang hilang didalam diriku. Aku selalu penasaran, kenapa kamu seperti itu, apa yang kamu lakukan dan banyak hal. Kamu misterius, sulit ditebak. Dan Aku suka tantangan, apalagi dari cowok yang Aku suka. Dan cowok yang Aku suka itu Kandias", Eka Nandaryani tersenyum. Hipokrit. Saya membenci perempuan seperti Eka Nandaryani. Meskipun Saya belum mengerti mengapa Saya membenci Eka Nandariyani tetapi Saya merasa.... Sangat-sangat membenci dia, entah alasan apapun itu.
"Kak Nanda, Kak Nanda nggak ada kegiatan setelah ini?", Hana-chi tiba-tiba bertanya kepada Eka Nandaryani.
"Nggak ada sih.... Kalian sibuk?", Eka Nandaryani menyeka rambutnya ke belakang dengan wajah senyum yang teduh.
Cih! Rasa benci Saya semakin membesar kepada Eka Nandaryani. Mengapa ada perempuan yang hidupnya berada dalam mimpi.
"Ya...", Saya mengiyakannya tanpa pikir panjang.
"Syukurlah, Kandias gak nolak Aku. Aku seneng banget!", sosok yang semakin jelas dan semakin mirip dengan seseorang yang Saya kenal dan berada di hadapan Saya tadi. Perempuan yang dekat dengan Saya.
Eka Nandaryani.
Sepintas ada ingatan yang terlintas di pikiran Saya. Saya belum memahami apa hubungan dengan ingatan itu dan barusan. Kemungkinannya ada banyak, entah itu niat baik maupun buruk.
"Ya. Maaf. Kami harus pergi sekarang. Selamat sore", Saya menjawab secara langsung dan menarik tangan Hana-chi agar kami segera meninggalkan Eka Nandaryani. Saya merasa terganggu dengannya.
Saya terus menarik tangan Hana-chi, Saya harus membawanya jauh, jauh dari Eka Nandaryani. Entah mengapa Saya melakukan ini, tetapi Saya merasa ada alasan Saya melakukan ini. Eka Nandaryani.... Kami baru bertemu hari ini, tetapi entah mengapa Saya seperti mengenal dia lebih lama dari yang seharusnya.
"...Dias.... Kandias! Aku benci kamu! Aku benci banget sama kamu!", Eka Nandaryani berteriak di hadapanku.
"Mengapa?", hanya kata itu yang Saya pikirkan. Pikiran Saya runtuh seketika ketika mendengar orang yang paling dicintai berkata seperti itu.
"Kita putus! Kamu menyebalkan, mengganggu! Nggak seperti pacar baruku yang sangat perhatian! Kamu hanya memperhatikan proyekmu saja! Kamu nggak pernah memperhatikan Aku!", orang itu menangis dihadapan Saya dengan wajah yang sedang marah.
"Saya.... Bisa menjelaskannya. Tolong de-"
"Mendengarkan apa!!?? Aku muak denganmu! Aku penting buatmu? Apa buktinya!!?? Kamu hanya memperhatikan proyekmu yang terlihat seperti sampah! Kamu nggak pernah tanya kabar Aku gimana atau gimana Aku sekarang.... Kamu nggak pernah ada buatku semenjak semester 5! Kamu hanya berkutat di proyek sampahmu yang nggak akan pernah berhasil! Cukup! Aku mau kita PUTUS!!", orang itu langsung pergi dari hadapan Saya dengan berlari.
Saya... Mengingatnya kejadian itu. Saya memahaminya, mengapa Saya begitu membenci Eka Nandaryani. Saya marah, bukan karena Eka Nandaryani menyebut proyek yang Saya kerjakan itu seperti sampah. Saya marah, kepadanya dan diri Saya sendiri. Saya marah kepadanya karena telah mengkhianati kepercayaan Saya kepadanya, sebagai kekasih. Saya marah kepada diri sendiri, mengapa Saya tidak bisa mengutarakan sebenarnya apa yang Saya rasakan. Saya ingin menunjukkan jika Saya mencintainya, menyayanginya dengan hati Saya yang terdalam, tetapi Eka Nandaryani menanggapi dengan sebaliknya. Saya mengerjakan proyek itu sebenarnya untuk masa depan kami agar.... Lebih baik dari saat kami sekarang.
Ah.... Saya tidak menyadarinya, Saya membawa Hana-chi ke depan rumah Saya. Saya mengetuk pintu rumah tiga kali dan tidak lama kemudian adik perempuan Saya membuka pintunya dari dalam. Adik Saya membawa sejenis alat masak yang digunakan untuk membalik masakan.
"Kakak sudah pulang? Siapa dia kak?", adik perempuan Saya bertanya.
"Teman kakak, namanya Hanako. Hanako ini adikku, dia.... Aku lupa namanya....", Saya lupa dengan namanya. Serius.
"Uh.... Aku Defara! Ingat itu kak. Salam kenal, kak Hanako", Adik Saya yang bernama Defara memindahkan sudip yang dipegang ke tangan kiri dan menyodorkan tangan kanannya kepada Hana-chi.
"Aku Hanako, temannya kakakmu. Salam kenal", Saya melepas kedua sepatu yang Saya pakai dan sepertinya Hana-chi dan Defara saling berkenalan.
Defara kembali ke dapur tidak lama kemudian, Saya kembali menarik tangan Hana-chi menuju..... Kamar Saya. Menyusuri ruangan-ruangan dan tangga, persis di dekat tangga lantai dua. Saya membuka pintu kamar dan segera menutupnya saat kami sudah ada di dalam ruangan.
Saya melepas genggaman Saya, dan memutuskan duduk di pojok ruangan untuk menanangkan pikiran. Saya masih merasa kesal dan sebal. Marah sekaligus sedih. Sejak kapan Saya bisa mengenali emosi yang ada di dalam diri Saya. Hana-chi juga sepertinya bingung dengan maksud Saya membawanya kemari.
"A-anu.... Kenapa Aku dibawa ke sini?", Hana-chi menggaruk dagunya dengan lembut dan sedikit berkeringat.
Kenapa. Kenapa ingatan itu masih terbayang-bayang. Ingatan itu seolah membuat Saya harus mengingatnya dan mengingatnya lagi. Hana-chi mundur dari tempatnya semula. Mundur dan mundur sampai tertahan oleh dinding kamar Saya.
Hana-chi duduk dan memeluk kakinya sembari memperhatikan Saya dari kejauhan.
Saya merasa, sebaiknya Hana-chi dijauhkan dari Eka Nandaryani. Perempuan itu.... Terlihat berbahaya meskipun belum terlihat berbahaya. Jika berdasarkan ingatan Saya... Eka Nandaryani itu dapat menghancurkan hidup orang lain. Dengan kecantikan dan pesonanya. Banyak laki-laki yang menyukainya dalam sekejap. Banyak juga laki-laki yang dipermainkannya.
Eka Nandaryani, entah kenapa dia memilih Saya sebagai kekasihnya. Ingatan-ingatan lainnya bermunculan secara masif dan bertubi-tubi. Mulai dari Eka Nandaryani yang menghampiri Saya di taman ketika saat masih sekolah di skenda, membuat bekal yang rasanya buruk dan baik, merayakan ulang tahun dengan memberikan hadiah masing-masing satu sama lain, merayakan hari jadi bersama-sama di taman wasaka, bertengkar dengannya karena berebut makanan terakhir, masuk universitas sama-sama, hukuman ospek yaitu kami disuruh membuat karangan bunga bersama-sama, dia menghampiri Saya di gedung aula karena mata kuliah olahraga, kami bertemu dengan Zaki setelah terakhir saat awal sekolah tinggi, perselingkuhannya dengan Zaki, Zaki berjalan berdua dengannya, hingga kami putus karena Saya lebih memperhatikan proyek daripada dirinya.
Sakit kepala disertai ingin muntah rasanya mengingat ingatan-ingatan tentang kami secara masif dan bertubi-tubi. Saya melihat dengan rasa seperti mabuk karena naik kapal, Hana-chi mengambil kertas di meja belajar Saya dan menuliskan sesuatu di kertas setelah itu beranjak dari duduknya. Hana-chi menghampiri Saya dengan wajah yang datar. Hana-chi menekuk lututnya dan menggenggam tangan Saya dengan hangat.
"Bro, Aku pamit dulu. Sudah jam setengah enam sore, saatnya Aku pulang..... Kalau ada yang ingin dibicarakan lagi, Aku menulis alamat surelku di kertas diatas meja itu. Aku pulang dulu", Hana-chi tersenyum tetapi Saya merasa kalau Hana-chi melakukannya dengan terpaksa.
Setelah melihat Hana-chi menutup pintu kamar, tidak lama rasa mual makin menjadi-jadi. Saya dengan perlahan berjalan ke kamar mandi yang berada di dekat ranjang tempat tidur. Saya mengeluarkan yang ada di dalam perut. Rasanya menyakitkan, setelah itu terasa melegakan.
Seusai itu, Saya duduk dan merebahkan tubuh di ranjang tempat tidur. Mengapa Eka Nandaryani datang lagi ke hadapan Saya. Saya kira, Eka Nandaryani tidak akan mendatangi Saya lagi setelah memutuskan hubungan kami.
Saya merasa sedikit pusing, rasanya seperti terbentur sesuatu di kepala. Saya bangkit dari ranjang tempat tidur untuk menuju ke dapur. Jalan dengan menyentuh dinding ruangan agar tidak menyimpang dari jalan ke dapur.
Diatas meja ada sepiring nasi dan telur ceplok, dan mayones. Disebelahnya ada catatan disamping kanan piring dan kudapan eton mess; yang terdiri dari selai stroberi, krim kocok dan meringue.
"Kak, Aku pergi ke kantor papah dan mamah karena disuruh. Makanannya dimakan ya? Kakak terlihat kurang bahagia hari ini...", membaca catatan di kertas dengan lirih.
Defara pun dapat merasa aneh. Kenapa Defara dipanggil oleh papah dan mamah?
Saya duduk di kursi di depan meja. Saya makan menikmati setiap rasanya perlahan. Setelah makan, Saya membereskan alat makan yang dipakai dan kembali ke kamar.
Saya membaringkan tubuh di kasur dan menutup mata karena rasa capek yang tidak diketahui.
>> Back to Bit_Memoir Page
Setelah berpakaian, Saya keluar kamar dan menuju ke dapur. Defara sudah berada di dapur dan memakan nasi kuning dan telur masak habang, telur dengan saus balado berwarna merah. Saya duduk di sebelah Defara dan memakan nasi kuning beserta telur masak habang yang ada di hadapan.
Seusai sarapan, kami berjalan sama-sama menuju sekolah dan berpisah seperti kemarin. Sampai di sekolah, Saya melihat seorang perempuan berambut hitam ikal panjang sepinggang yang dikelilingi oleh banyak laki-laki.
"Hei cantik, minta nomor hapemu dong?", tanya salah satu laki-laki itu dengan genit.
"Nggak! Aku nggak mau!", perempuan itu setengah berteriak.
"Ayolah, atau kita ke diskotik aja? Ngedugem?", tiba-tiba salah satu laki-laki itu menggengam pergelangan tangan kiri perempuan itu.
"Hei! Anda apakan teman Saya?", Saya berjalan mendekat ke kerumunan dan perempuan itu.
"Cih! Kau ternyata. Menjijikkan rasanya menyentuh temanmu ini!!", salah satu laki-laki itu melepas genggamannya dengan melempar.
"Kandias ya? Menyebalkan ternyata, sejak kapan kau punya teman secantik ini? Rasanya seketika memuakkan melihat kalian berdua!", laki-laki lain menimpali yang sebelumnya.
"Ayolah guys, kita pergi dari sini. Lalat-lalat disini pun lebih dipuja daripada mereka berdua!", segerombol laki-laki itu meninggalkan Saya dan perempuan ini.
Saya merasa perempuan itu benar-benar memerlukan bantuan. "Pergelangan tangan Anda tidak apa-apa?", Saya melihat perempuan itu meringis karena genggaman yang tadi.
Perempuan itu hanya menunduk tanpa menjawab pertanyaan Saya.
"Apa Anda baik-baik saja? Apa Ada masalah?", Saya melihat perempuan itu tetap menunduk.
__"Jam pertama pelajaran sudah dimulai, silakan masuk ke kelas masing-masing"__
Pemberitahuan dari TOA sudah memberitahu jika pembelajaran hendak dimulai. Saya melihat perempuan itu tetap menunduk, "Saya masuk ke kelas dulu ya? Sepertinya yang lain sudah masuk kelas, Anda sebaiknya masuk ke dalam kelas juga".
Saya berlari menuju kelas Saya. Dan untungnya belum ada guru yang masuk ke dalam kelas. Zaki sudah berada di tempat duduk biasanya. Pembelajaran seperti biasanya, dan yang aneh dengan hari ini... Saat keluar kelas, entah ke kantin atau ke taman. Seolah ada yang melihat dari jauh, saat melihat ke belakang tidak ada orang atau apapun. Saya merasa aneh.
Saat pulang sekolah, hingga duduk di halte dekat sekolah Hana-chi juga terasa. Saya merasa aneh, dilihat dari sudut manapun. Saya tidak melihat seseorang atau apapun yang menjadi sumbernya.
"Bro!", Saya mendengar panggilan dan melihat Hana-chi melambaikan tangannya sembari berlari ke arah Saya.
"Hana-chi.... Anda sedang sibuk?", Saya merasa lelah secara fisik karena cuacanya yang bisa dibilang panas. Sekitar 40 derajat celcius menurut perkiraan Saya.
"Maaf, tadi Aku membaca dia-. Maaf Bro. Sepertinya ada seseorang yang terus melihatimu dari tadi. Mungkin dia ada perlu sama Bro", Hana-chi menunjuk ke arah halte bis di sebelah kiri sekolah yang tidak jauh dari sini.
Seorang perempuan dengan mata bulat berwarna hitam, berambut hitam ikal yang panjangnya sepinggang, yang mengenakan seragam yang sama dengan Saya. Perbedaan hanya warna biru muda diganti dengan warna jingga dan perempuan itu memakai rok panjang hingga ke mata kaki. Perempuan itu mukanya memerah dan berjalan ke arah kami.
Perempuan itu berhenti di hadapan Saya, dia hanya memalingkan pandangannya dan mukanya semakin memerah. Saya dan Hana-chi bertukar pandangan, dan Saya bingung dengan perempuan ini. Jika bisa disimpulkan; sedari tadi perempuan itu selalu mengikuti Saya, sampai sekarangpun. Seandainya Hana-chi tidak menyadari keberadaannya, Saya tidak akan pernah menyadarinya juga.
"A-a-a-anu! Maaf, Terima kasih sudah menolongku kemarin lusa. Ma-maukah kau jadi p-pacarku?", perempuan itu tergagap dan spontan menutup mukanya saat selesai bicara dengan kedua tangannya.
Kenapa perempuan itu. Apa yang barusan Saya perbuat. Saya hanya menolongnya dan tiba-tiba dia meminta Saya untuk menjadi pacarnya. Dan Saya baru bertemu dengannya hari ini, perempuan itu mengatakan kemarin lusa. Mungkin sebuah jebakan.
"Maaf, Aku menolaknya", Saya mengatakannya dengan tegas.
"Ah.... Maaf....", Perempuan itu tertunduk lesu dan suasana menjadi sunyi.
"Anu, nama kakak siapa? Kalau boleh tau? Dan kenapa kakak mengajak kak Kandias jadi pacar kakak secara tiba-tiba?", Hana-chi bertanya kepada perempuan itu dengan wajah yang aneh.
"Aku.... Eka Nandaryani, orang sering memanggilku dengan nama Nanda. Adek sendiri?", perempuan yang bernama Eka Nandaryani memandang ke arah Hana-chi.
"Aku, Hanako. Kak Nanda kenapa mengajak Kak Kandias jadi pacar kakak?", Hana-chi menanyakannya dengan jujur.
"Jadi namanya... Kandias ya..... Aku menyukai Kandias dari awal Aku bertemu dengannya. Dia terlihat berbeda dari semua cowok yang pernah dekat denganku", Eka Nandaryani tersenyum dan terlihat senang.
"Terus.... Berbeda dengan cowok-cowok yang pernah dekat dengan kakak? Kak Kandias itu seperti apa?", Hana-chi menatap Saya dengan aneh. Insting Saya mengatakan jika Hana-chi memandang rendah Saya. Saya merasa benci dengan Hana-chi untuk saat ini.
"Kandias.... Tidak mengangguku. Dia membantuku saat acara masa orientasi sekolah, jika Aku berada didekatnya... Aku merasa aman. Dia tipe cowok idealku", Eka Nandaryani menjelaskan alasannya yang membuat Saya merasa muak. Saya menganggap Eka Nandaryani seseorang yang mengharapkan pangeran dalam hidupnya. Maksud Saya, pangeran yang tidak ada cacat sedikitpun. Satu kata, sempurna. Saya tidak mengerti mengapa Eka Nandaryani memilih Saya. Sebuah kejanggalan.
"Maaf, Saya benar-benar tidak mengerti. Anda mengajak pacaran karena Saya tidak mengganggu anda? Bukannya ada banyak laki-laki lain yang seperti itu di dunia ini?", Saya beranjak dari tempat duduk dan menatap ke arah Eka Nandaryani disertai dengan rasa sebal.
"A-a-a-Aku", Eka Nandaryani gugup dan mundur beberapa langkah dari hadapan Saya.
"Bro, jangan membuat kak Nanda takut.... Kak Nanda berbeda denganku", Hana-chi menarik lengan baju Saya dengan pelan. Eka Nandaryani tampak menghela nafas dan wajahnya berubah menjadi lebih tenang dengan menggenggam kedua tangannya di dadanya.
"Menurutku.... Kandias keren. Saat Aku melihat kamu, Aku merasa.... Seperti ada yang hilang didalam diriku. Aku selalu penasaran, kenapa kamu seperti itu, apa yang kamu lakukan dan banyak hal. Kamu misterius, sulit ditebak. Dan Aku suka tantangan, apalagi dari cowok yang Aku suka. Dan cowok yang Aku suka itu Kandias", Eka Nandaryani tersenyum. Hipokrit. Saya membenci perempuan seperti Eka Nandaryani. Meskipun Saya belum mengerti mengapa Saya membenci Eka Nandariyani tetapi Saya merasa.... Sangat-sangat membenci dia, entah alasan apapun itu.
"Kak Nanda, Kak Nanda nggak ada kegiatan setelah ini?", Hana-chi tiba-tiba bertanya kepada Eka Nandaryani.
"Nggak ada sih.... Kalian sibuk?", Eka Nandaryani menyeka rambutnya ke belakang dengan wajah senyum yang teduh.
Cih! Rasa benci Saya semakin membesar kepada Eka Nandaryani. Mengapa ada perempuan yang hidupnya berada dalam mimpi.
"Ya...", Saya mengiyakannya tanpa pikir panjang.
"Syukurlah, Kandias gak nolak Aku. Aku seneng banget!", sosok yang semakin jelas dan semakin mirip dengan seseorang yang Saya kenal dan berada di hadapan Saya tadi. Perempuan yang dekat dengan Saya.
Eka Nandaryani.
Sepintas ada ingatan yang terlintas di pikiran Saya. Saya belum memahami apa hubungan dengan ingatan itu dan barusan. Kemungkinannya ada banyak, entah itu niat baik maupun buruk.
"Ya. Maaf. Kami harus pergi sekarang. Selamat sore", Saya menjawab secara langsung dan menarik tangan Hana-chi agar kami segera meninggalkan Eka Nandaryani. Saya merasa terganggu dengannya.
Saya terus menarik tangan Hana-chi, Saya harus membawanya jauh, jauh dari Eka Nandaryani. Entah mengapa Saya melakukan ini, tetapi Saya merasa ada alasan Saya melakukan ini. Eka Nandaryani.... Kami baru bertemu hari ini, tetapi entah mengapa Saya seperti mengenal dia lebih lama dari yang seharusnya.
"...Dias.... Kandias! Aku benci kamu! Aku benci banget sama kamu!", Eka Nandaryani berteriak di hadapanku.
"Mengapa?", hanya kata itu yang Saya pikirkan. Pikiran Saya runtuh seketika ketika mendengar orang yang paling dicintai berkata seperti itu.
"Kita putus! Kamu menyebalkan, mengganggu! Nggak seperti pacar baruku yang sangat perhatian! Kamu hanya memperhatikan proyekmu saja! Kamu nggak pernah memperhatikan Aku!", orang itu menangis dihadapan Saya dengan wajah yang sedang marah.
"Saya.... Bisa menjelaskannya. Tolong de-"
"Mendengarkan apa!!?? Aku muak denganmu! Aku penting buatmu? Apa buktinya!!?? Kamu hanya memperhatikan proyekmu yang terlihat seperti sampah! Kamu nggak pernah tanya kabar Aku gimana atau gimana Aku sekarang.... Kamu nggak pernah ada buatku semenjak semester 5! Kamu hanya berkutat di proyek sampahmu yang nggak akan pernah berhasil! Cukup! Aku mau kita PUTUS!!", orang itu langsung pergi dari hadapan Saya dengan berlari.
Saya... Mengingatnya kejadian itu. Saya memahaminya, mengapa Saya begitu membenci Eka Nandaryani. Saya marah, bukan karena Eka Nandaryani menyebut proyek yang Saya kerjakan itu seperti sampah. Saya marah, kepadanya dan diri Saya sendiri. Saya marah kepadanya karena telah mengkhianati kepercayaan Saya kepadanya, sebagai kekasih. Saya marah kepada diri sendiri, mengapa Saya tidak bisa mengutarakan sebenarnya apa yang Saya rasakan. Saya ingin menunjukkan jika Saya mencintainya, menyayanginya dengan hati Saya yang terdalam, tetapi Eka Nandaryani menanggapi dengan sebaliknya. Saya mengerjakan proyek itu sebenarnya untuk masa depan kami agar.... Lebih baik dari saat kami sekarang.
Ah.... Saya tidak menyadarinya, Saya membawa Hana-chi ke depan rumah Saya. Saya mengetuk pintu rumah tiga kali dan tidak lama kemudian adik perempuan Saya membuka pintunya dari dalam. Adik Saya membawa sejenis alat masak yang digunakan untuk membalik masakan.
"Kakak sudah pulang? Siapa dia kak?", adik perempuan Saya bertanya.
"Teman kakak, namanya Hanako. Hanako ini adikku, dia.... Aku lupa namanya....", Saya lupa dengan namanya. Serius.
"Uh.... Aku Defara! Ingat itu kak. Salam kenal, kak Hanako", Adik Saya yang bernama Defara memindahkan sudip yang dipegang ke tangan kiri dan menyodorkan tangan kanannya kepada Hana-chi.
"Aku Hanako, temannya kakakmu. Salam kenal", Saya melepas kedua sepatu yang Saya pakai dan sepertinya Hana-chi dan Defara saling berkenalan.
Defara kembali ke dapur tidak lama kemudian, Saya kembali menarik tangan Hana-chi menuju..... Kamar Saya. Menyusuri ruangan-ruangan dan tangga, persis di dekat tangga lantai dua. Saya membuka pintu kamar dan segera menutupnya saat kami sudah ada di dalam ruangan.
Saya melepas genggaman Saya, dan memutuskan duduk di pojok ruangan untuk menanangkan pikiran. Saya masih merasa kesal dan sebal. Marah sekaligus sedih. Sejak kapan Saya bisa mengenali emosi yang ada di dalam diri Saya. Hana-chi juga sepertinya bingung dengan maksud Saya membawanya kemari.
"A-anu.... Kenapa Aku dibawa ke sini?", Hana-chi menggaruk dagunya dengan lembut dan sedikit berkeringat.
Kenapa. Kenapa ingatan itu masih terbayang-bayang. Ingatan itu seolah membuat Saya harus mengingatnya dan mengingatnya lagi. Hana-chi mundur dari tempatnya semula. Mundur dan mundur sampai tertahan oleh dinding kamar Saya.
Hana-chi duduk dan memeluk kakinya sembari memperhatikan Saya dari kejauhan.
Saya merasa, sebaiknya Hana-chi dijauhkan dari Eka Nandaryani. Perempuan itu.... Terlihat berbahaya meskipun belum terlihat berbahaya. Jika berdasarkan ingatan Saya... Eka Nandaryani itu dapat menghancurkan hidup orang lain. Dengan kecantikan dan pesonanya. Banyak laki-laki yang menyukainya dalam sekejap. Banyak juga laki-laki yang dipermainkannya.
Eka Nandaryani, entah kenapa dia memilih Saya sebagai kekasihnya. Ingatan-ingatan lainnya bermunculan secara masif dan bertubi-tubi. Mulai dari Eka Nandaryani yang menghampiri Saya di taman ketika saat masih sekolah di skenda, membuat bekal yang rasanya buruk dan baik, merayakan ulang tahun dengan memberikan hadiah masing-masing satu sama lain, merayakan hari jadi bersama-sama di taman wasaka, bertengkar dengannya karena berebut makanan terakhir, masuk universitas sama-sama, hukuman ospek yaitu kami disuruh membuat karangan bunga bersama-sama, dia menghampiri Saya di gedung aula karena mata kuliah olahraga, kami bertemu dengan Zaki setelah terakhir saat awal sekolah tinggi, perselingkuhannya dengan Zaki, Zaki berjalan berdua dengannya, hingga kami putus karena Saya lebih memperhatikan proyek daripada dirinya.
Sakit kepala disertai ingin muntah rasanya mengingat ingatan-ingatan tentang kami secara masif dan bertubi-tubi. Saya melihat dengan rasa seperti mabuk karena naik kapal, Hana-chi mengambil kertas di meja belajar Saya dan menuliskan sesuatu di kertas setelah itu beranjak dari duduknya. Hana-chi menghampiri Saya dengan wajah yang datar. Hana-chi menekuk lututnya dan menggenggam tangan Saya dengan hangat.
"Bro, Aku pamit dulu. Sudah jam setengah enam sore, saatnya Aku pulang..... Kalau ada yang ingin dibicarakan lagi, Aku menulis alamat surelku di kertas diatas meja itu. Aku pulang dulu", Hana-chi tersenyum tetapi Saya merasa kalau Hana-chi melakukannya dengan terpaksa.
Setelah melihat Hana-chi menutup pintu kamar, tidak lama rasa mual makin menjadi-jadi. Saya dengan perlahan berjalan ke kamar mandi yang berada di dekat ranjang tempat tidur. Saya mengeluarkan yang ada di dalam perut. Rasanya menyakitkan, setelah itu terasa melegakan.
Seusai itu, Saya duduk dan merebahkan tubuh di ranjang tempat tidur. Mengapa Eka Nandaryani datang lagi ke hadapan Saya. Saya kira, Eka Nandaryani tidak akan mendatangi Saya lagi setelah memutuskan hubungan kami.
Saya merasa sedikit pusing, rasanya seperti terbentur sesuatu di kepala. Saya bangkit dari ranjang tempat tidur untuk menuju ke dapur. Jalan dengan menyentuh dinding ruangan agar tidak menyimpang dari jalan ke dapur.
Diatas meja ada sepiring nasi dan telur ceplok, dan mayones. Disebelahnya ada catatan disamping kanan piring dan kudapan eton mess; yang terdiri dari selai stroberi, krim kocok dan meringue.
"Kak, Aku pergi ke kantor papah dan mamah karena disuruh. Makanannya dimakan ya? Kakak terlihat kurang bahagia hari ini...", membaca catatan di kertas dengan lirih.
Defara pun dapat merasa aneh. Kenapa Defara dipanggil oleh papah dan mamah?
Saya duduk di kursi di depan meja. Saya makan menikmati setiap rasanya perlahan. Setelah makan, Saya membereskan alat makan yang dipakai dan kembali ke kamar.
Saya membaringkan tubuh di kasur dan menutup mata karena rasa capek yang tidak diketahui.
>> Back to Bit_Memoir Page
Komentar
Posting Komentar