[Bahaduri Bikir] Bagian 9 : Sabtu

Kring! Kring! Kring!

Kring! Kring! Kring!

Aku membuka mataku dengan perlahan, dan mengambil smartphoneku yang berbunyi seperti banyak kutilang yang bersenandung. Saat Aku mematikan bekernya, Aku melihat jam menunjukkan angka jam enam pagi. Setelah itu Aku duduk di pinggir kasur dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badanku dengan air, Aku nggak mandi sedari kemarin. Rasanya badan seperti terkena saus masakan kental karena keringat.

Setelah mandi, Aku pergi ke lemari penyimpanan baju dan mengambil seragam berwarna cokelat. Seragam pramuka, itu nama seragamnya yang pernah kudengar. Banyak lencana di bajunya, dan roknya menjuntai hingga diatas mata kaki. Warna baju nya berwarna cokelat dan roknya berwarna lebih gelap ketimbang warna bajunya.

Aku mengenakan baju seragam itu dan tak lupa juga mengenakan dasi berwarna merah dan putih berselang-seling, simbol warna keberanian dan kesucian. Setelah dasi yang kupakai, Aku segera turun ke bawah dan membuka lemari penyimpanan makanan, kulkas.

Kuambil beberapa potong ayam kari yang tersisa dan kutaruh ke mangkuk, memanaskannya di oven. Setelah beberapa menit kemudian, oven mati secara otomatis dan Aku mengambil sarung tangan panggangan dan mengambil mangkuknya setelah itu meletakkannya diatas meja makan.

Makan dengan semangkuk nasi dan beberapa gelas air putih hangat, Aku memakannya dengan cepat sampai-sampai tak terasa bar di lenganku menujukkan hampir penuh.

Yup! Setelah sarapan Aku langsung berangkat ke sekolah tanpa lupa mengunci pintu rumah terlebih dahulu. Seperti hari-hari yang lainnya. Tak ada yang berubah. Bahkan hari terakhir di dunia VR ini.

Aku berpikir, apakah... Bro akan tetap seperti ini meskipun kami kembali ke dunia nyata? Tanpa ada perubahan sedikitpun, tetap melupakan masa lalunya. Apakah cara ini termasuk gagal?

Nggak, Bro berubah sedikit. Sedikit, cuma sejengkal dari 1000 langkah. Aku merasa seperti itu proses saat di VR. Apa Bro akan baik-baik aja dengan kehilangan ingatannya? Atau lebih buruk?

Aku memikirkan hal itu selama sekolah berlangsung. Setelah pulang sekolah Aku langsung pergi ke rumah Bro tanpa menunggu apapun. Selam Aku berjalan, banyak orang yang berlalu lalang seperti tak terjadi apapun. Memang tidak terjadi apapun, tapi ini dunia VR. Kukira... Setelah ada telepon itu bakal ada yang berubah.

Sampailah Aku di depan rumah Bro yang nyentrik seperti yang kulihat sebelumnya. Aku mengetuk pagarnya. Sunyi, apa tidak ada orang. Aku menoleh ke sekeliling yang juga terlihat sepi. Komplek perumahan yang penghuninya rata-rata sibuk. Aku bersungut karena sepinya lingkungan ini.

"Kak Hanako. Selamat siang...", Aku mendengar suaranya seperti yang kukenal.

Aku menoleh ke belakang dan melihat Defara mengenakan baju seragam atasan berwarna putih dengan rok lipit berwarna merah tua. Dengan mengenakan tas ransel dibelakangnya menambah kesan imut kepadanya.

"Siang juga...", Aku tersenyum.

"Kak Hanako mencari kakak ya? Kakak belum pulang kerumah biasanya jika sekarang. Sekitar jam tiga sore baru sampai ke rumah. Mau masuk dulu?", Defara membalas senyum juga.

Aku menganggukkan kepala tanda setuju, dan kami masuk ke dalam rumah itu. Defara menunjukkan gestur tubuh dengan menunjukkan arti kalau dia ingin menyiapkan makan siang dan Aku menunggu Bro di kamar Bro aja. Aku langsung memahaminya dan bergegas ke kamar Bro yang tidak terkunci pintunya.

Aku membuka pintu kamar Bro yang berwarna putih. Terlihat minimalis seperti yang ku kunjungi kemarin. Aku langsung duduk di depan meja belajarnya yang sangat bersih, bahkan untuk buku dan peralatan sekolah sekalipun yang berwarna putih juga.

Lama banget, Aku bosan menunggu. Apa pas saat Bro sekolah di sekolah vokasi pulangnya selalu jam tiga sore.... Aku lelah. Sembari membuka layar kunci smartphone Aku menggeser tampilan ke kiri, ke kanan, gitu-gitu aja buat menghabiskan waktu untuk menunggu Bro datang dari sekolah.

"Hana-chi!", Bro terlihat kaget karena Aku berada didalam kamarnya. Aku melihat Bro juga mengenakan seragam berwarna cokelat sepertiku.

"Hai. Beneran Aku kok disini, jangan khawatir", Aku terkekeh melihat ekspresi Bro.

"...Saya kira Anda sekedar penampakan karena Saya berhalusinasi, ternyata benar", Bro mencubit tangannya yang lain. Mungkin untuk mengetahui apakah ini nyata.

"Bro, ada yang ingin kuberitahu soal dunia ini", Aku langsung beranjak dari depan meja belajarnya dan duduk persis di tengah-tengah ruangan kamarnya.

"....Apa itu?", Bro berjalan dan saat di depan meja belajarnya Ia langsung menaruh tas yang dipakainya. Setelah itu, Bro duduk bersila di seberangku dengan jarak yang tidak terlalu jauh.

"Soal dunia VR. Apa kau percaya kalau kita berada di dalam sistem VR?", Aku bertanya dengan setengah berbisik.

"Dunia VR? Bukankah itu Virtual Reality, sejenis dunia yang terdiri dari kodingan yang mempunyai hasil keluaran 4D? Hampir tidak mungkin", Bro mengatakannya dengan serius sekali. Padahal ekspetasiku Bro bakal tertawa atau mengejekku, karena untuk sementara ini dunia masih menganggap konyol jika kesadaran manusia bisa dimasukkan ke dalam sistem VR.

"Kalau Bro nggak percaya, coba lihat di bagian lengan. Ada semacam parameter, itu bukan tato. Itu semacam fitur yang menunjukkan kalau kita sekarang berada di dunia VR", Aku menekuk lenganku dan mengangkatnya hingga setengah dada. Kutunjukkan parameter yang kumaksud.

"Oh. Saya tidak mengatakan jika Saya tidak mempercayai Anda. Tetapi.... Saya belum bisa mempercayainya sepenuhnya. Mengapa mereka begitu nyata?", Bro anggut-anggut tanda bingung.

"Karena ini dunia VR, alternatif dari dunia nyata yang bisa diatur semau pengatur kodingan", Aku tersenyum kepada Bro.

"Anda mengatakan seolah Saya bisa melakukannya....", Aku melihat Bro dengan ekspresi keheranan sekaligus sedih.

"Bro, sebenarnya bisa melakukannya. Hanya saja.... Bro melupakan... Bukan melupakan, tetapi tak ingat dengan kenangan dan pengalam Bro sewaktu menggunakan kemampuan itu", Aku berusaha menghibur Bro yang tetap sedih.

"Mungkin. Bisa jadi....", Bro dengan perlahan menatapku dengan lembut. Sorot matanya menunjukkan kalau dia tersenyum, meskipun bibirnya tidak.

"Maaf Bro.... Mungkin Aku nggak bisa membantumu banyak di dunia VR. Tapi Aku akan berusaha, meskipun sudah berada di dunia nyata", Aku bersemangat saat berbicara dengan mengepalkan tanganku, dan mungkin dengan tatapan yang berapi-api.

"....Saya mengerti", Bro terlihat lesu.

Tiba-tiba ada suara seperti pemberitahuan notifikasi peringatan. Bro terlihat bingung, sepertinya bukan berasal dari Bro. Ku cek parameter yang berada di lenganku dan ada satu pesan notifikasi. Ku sentuh lenganku ke tombol notifikasi peringatan itu.

「Sambungan dunia dan dunia nyata mengalami gangguan, silakan coba lagi」❗

「Sambungan dunia dan dunia nyata mengalami gangguan, silakan coba lagi」❗

「Sambungan dunia dan dunia nyata mengalami gangguan, silakan coba lagi」❗



「Tersambung! Sedang memuat...」🔎



「Putri Hanako! Tolong bertahanlah! Kami akan berusaha memperbaiki kesalahan dalam sistem!」

「Sambungan dunia dan dunia nyata mengalami gangguan, silakan coba lagi」❗



Aku merasakan hawa tak enak dengan pesan-pesan ini. Apa jangan-jangan kami tak bisa keluar dari dunia VR ini?

BRAAAAKKKKK!!!

Suara benturan keras terdengar, Aku langsung membuka pintu kamar Bro. Aku melihat sebagian ruangan yang jauh hancur, dan bilangan-bilangan biner langsung bertebaran di udara seperti kehilangan arahnya. Diantara bilangan-bilangan itu, Aku melihat sebuah mesin berbentuk bola berwarna hitam pekat berukuran kira-kira diameternya empat meter. Bola-bola itu mempunyai tangan-tangan yang besar, dan menghancurkan sebagian ruangan-ruangan di sekitarnya. Itu cukup untuk membuat Aku dan Bro langsung terbunuh di dunia VR kalau kami sedang berdiri ataupun duduk.

Bola-bola itu ada tiga. Dan mereka mendekat, menghancurkan ruangan-ruangan yang lainnya dan semakin mendekat ke arah ruangan ini. Aku menutup pintunya dengan sepelan mungkin dan berjingkit ke arah Bro. Bro menatapku dengan bingung, Aku mengeluarkan gestur untuk menyuruh tetap diam. Aku merebahkan tubuhku, dengan isyarat, Aku menyuruh Bro untuk mengikutiku. Bro pun merebahkan tubuhnya juga dengan tatapan bingung.

"Bro... Tetap diam dan jangan bergerak apapun yang terjadi", Aku berbisik untuk memberitahu Bro.

Aku mengira-ngira kami bakal selamat jika posisi kami sedang berbaring di lantai. Hanya sebuah kehokian jika kami tak mengenai sedikitpun sisa-sisa serpihan dinding atau perabotan rumahnya. Suara benturan itu makin keras, dan kian makin keras. Aku hanya berharap semoga kami bisa kembali ke dunia nyata dengan selamat.

BRAAAAKKKKK!!!!

Separuh dinding kamar Bro dihancurkan oleh bola-bola itu, Aku menahan diri agar tidak mengeluarkan suara sedikitpun dan menutup muka Bro dengan tangan kiriku. Bola-bola itu terus menghancurkan apapun yang berada disekitarnya dengan tangan-tangannya yang besar. Untungnya... Serpihan-serpihan separuh atas ruangan-ruangan, termasuk kamarnya Bro... Langsung terbuang ke luar rumah. Mereka terurai menjadi bilangan-bilangan biner yang lainnya. Ada satu bola, dia seperti menatap kami. Hanya terdiam.... Aku mulai takut kalau bola yang satu itu berhasil mendeteksi kami.

Bola itu tiba-tiba menggelinding dan menjauhi kami beserta bola-bola yang lainnya.

Fiuh! Syukurlah. Aku terduduk dan Bro juga langsung terduduk. Bro menatap bola-bola itu dengan tatapan aneh. Aku langsung berdiri dan mengulurkan tanganku. Bro menatapku dan meraih tanganku tanpa berbicara sepatah kata apapun. Bola- bola itu terus menghancurkan ruangan-ruangan lainnya.

Tanpa pikir panjang, Aku langsung menarik Bro berlari menuruni tangga yang belum sempat dijajah dan dihancur oleh bola-bola itu. Sesampainya di depan rumah Bro tiba-tiba Bro langsung menghentikan langkahnya. Bro terlihat ragu dan takut.

"Defara.... Kita tidak menyelamatkannya?", Bro masih terlihat ketakutan dan ragu.

"Nggak-"

"Kenapa tidak!!?? Defara harus diselamatkan juga!!!", Bro berteriak dihadapanku.

Aku tersentak kaget. Baru kali ini Aku melihat Bro terlihat ketakutan dan berteriak seperti itu dihadapanku. Aku.... Setauku, yang di dunia VR yang nyata hanya Aku dan Bro. Selain itu, hanya kodingan-kodingan Kiwari. Termasuk Defara.

"Defara.... Baik-baik saja di dunia nyata. Dia tidak ada di sini", Aku berusaha tersenyum.

"Defara.... Tidak ada di sini?", Bro terlihat sedikit lega.

"Ya, hanya kita yang bukan kodingan bahasa Kiwari. Yang mempunyai kesadaran, dan tubuh asli di dunia nyata", Aku kembali menarik tangan Bro dan berlari menjauhi rumah Bro.

Tanpa menoleh ke belakang Aku dan Bro terus berlari melewati orang-orang yang berjalan dengan tubuh setengah lenyap, sebagian menguap berupa angka-angka biner. Dan bangunan-bangunan lainnya yang sudah hancur, berbentuk angka-angka biner dan sisa puing-puing bangunan yang belum terurai.

Entah sampai mana, Aku dan Bro terus berlari hingga sampai di simpang empat jalan yang lumayan sepi. Tetapi kami mengenali jalan ini sebagai jalan raya yang lebar.

Aku melepaskan tangan Bro dan terengah-engah karena sedari tadi hanya berlari. Kulihat ke belakang dan sepertinya bola-bola itu nggak ngikutin Aku dan Bro. Bro sedikit terengah-engah dan keringat. Mungkin pikirku karena Bro sering berlari, jadi jarak yang kami tempuh menurutnya nggak seberapa.

"Bola-bola tadi itu apa? Mengapa mereka menghancurkan rumah Saya?", heran Bro.

"Aku juga nggak tau, pokoknya sampai, bantuan datang. Kita, terus, berlari!", Aku masih terengah-engah.

"Menurut Saya, bola-bola itu menghancurkan sekelilingnya. Targetnya adalah kita", Bro bergumam.

"Ya, kalau itu Aku sudah tau. Kita jadi targetnya, untuk dihancurkan!", Aku merasa sudah menebak apa yang dikatakan Bro barusan.

"Tapi, dia bertindak seperti pemindai virus. Analoginya jika kita itu virus. Dia akan memindai semua hal termasuk kita. Dalam kasus ini, selain kita, semuanya dihancurkan. Mereka terasa lambat, karena di sekitar kita tadi banyak orang yang berseliweran dengan bangunan-bangunan rumah dan apartemen"

"Mungkin. Tapi bener juga! Mereka lambat sekali. Mungkin kita bisa bersantai sedikit", Aku menghela nafas lega.

"Um.... Sepertinya tidak. Mereka menghancurkannya dengan cepat!", Bro menunjuk ke jalan yang jauh.

Bola-bola itu secara masif menghancurkan gedung-gedungnya dengan cepat, dan sepertinya bola-bola itu sudah beradaptasi dengan sekitarnya. Sehingga.... Mencari kami dengan waktu yang Aku tak terduga.

"Bro!! LARRIIIII!!!!", Aku refleks langsung lari seperti dikejar setan.



>> Back to  Bit_Memoir Page

Komentar