[Bahaduri Bikir] Bagian 6 : Pareidolia

Yang pertama, dia anak TKJ. Kalau dipikir-pikir dia hampir sama denganku. Bedanya hanya…. Aku dulu masuk ke jurusan RPL pas saat sekolah tinggi. Yang bisa kupikirkan kemungkinannya, dia pas kuliah mengambil program studi di bidang IT. Bisa sama seperti yang kuambil atau program studi yang lainnya yang masih berkaitan. Dia ternyata setahun lebih tua dariku.

Yang kedua…. Dia mengingat suatu kejadian tadi. Mungkin untuk kemajuannya hari ini lumayan lah. Tapi dia terasa dingin. Dari suhu tubuhnya hingga auranya sekalipun. Aku ingin tau mengapa dia begitu. Apakah dia mempunyai pengalaman buruk dimasa lalu.

Tak terasa rambutku sudah kering, Aku bergegas menjemur handuk di kamar mandi, langsung tidur di tempat tidur berwarna hijau dan banyak bantal-bantal besar diatasnya dan setelah itu mematikan lampu ruangan di meja warna hijau.

"Good Night..."





Yawn!

Hari masih gelap. Dan Aku menyalakan lampu kamar. Aku beranjak dari kasur dan mengambil smartphone dan menyalakan layarnya dengan menekan tombol disampingnya. Jam menunjukkan jam empat pagi. Aku tak menyangka mengapa Aku terbangun pas saat subuh.

Wogh! Bar yang menunjukkan tingkat kelaparanku tinggal sedikit lagi!

Aku segera berlari dengan kencang menuruni tangga dan tergesa-gesa menuju ke kulkas. Kubuka kulkas dan…. Syukurlah, ada banyak makanan dan minuman yang akan memenuhi bar nya lagi. Aku mengambil piring kecil, sendok, dan gelas di rak piring. Beberapa potong kue red velvet dan minuman sirup vanili manis mungkin sudah cukup.

Kunyalakan lampu ruang makan dan Aku meletakkan makanan dan minuman itu ke meja makan. Aku menarik kursinya dan duduk. Makan dan minum dengan perlahan. Sepertinya Otou-san dan Okaa-san masih terlelap. Menurutku, kue red velvet rasanya membingungkan. Rasa coklat dan krim kejunya terasa menyatu di dalam mulut. Dan minuman sirup vanilinya dominan rasa manisnya gula sehingga Aku tak tau bagaimana cara mendeskripsikan rasa vanili dalam minumannya.

Kurasa cukup,barnya hampir mendekati penuh. Aku beranjak dari tempat duduk dan kembali ke kamar. Ketika kubuka pintu kamar, Aku segera duduk di kasur lagi dan kubuka layar kunci smartphoneku.

Haaah… Jam 5 pagi. Sebaiknya Aku bersiap-siap, mandi dan berpakaian. Aku berusaha untuk menjalani hidupku lagi, meskipun terasa diulang lagi.

Setelah makan pagi, Aku berpamitan kepada Otou-san dan Okaa-san. Langit di ufuk timur menandakan matahari terbit. Aku berjalan, dan berjalan menuju ke sekolah. Terlihat ramai, wajar, karena disini jam bel masuk sekolah berdering jam setengah delapan pagi. Lumayan pagi dibandingkan pas saat kuliah. Pas kuliah datang yang paling pagi jam setengah sepuluh pagi.

Seperti hari-hari yang kuingat pas sekolah menengah yang pernah kulalui. Membosankan, karena Aku tak punya teman. Karena Aku tahu motif mereka, itu sebuah berkah sekaligus kesengsaraan. Aku hanya memandangi langit biru yang cerah saat istirahat. Aku juga ingin punya teman, tapi Aku hanya punya teman pas sekolah tinggi dan kuliah.

Jam pelajaran pun berakhir. Seperti biasa, Aku hanya ke taman untuk menunggu waktu sampai jam lima sore sembari makan setumpuk camilan dan menikmati danau yang indah.

Aku melihat angsa yang melewati danau itu diiringi oleh empat anak-anaknya yang imut. Ditemani setumpuk camilan, Aku makan cilok, camilan yang terbuat dari tepung tapioka yang kenyal dengan siraman saus kacang diatasnya.

“Wah… Senangnya bisa makan banyak ya...”, suara laki-laki yang familiar yang pernah kudengar. Kutoleh kepalaku ke kiri dan Aku melihat Ananda sudah duduk disampingku. Sejak kapan? Bahkan suara langkahnya pun tak kudengar. Menyeramkan kalo ada kejadian tiba-tiba Ananda ingin menbunuhku.

“Eh… Iya sih, karena Aku makan sebanyak apapun bakal kayak gini”, Aku terkekeh dan menunjukkan lenganku yang kurus seperti ranting pohon.

“Makan yang banyak... Sebelum makan itu dilarang”, Ananda memandangi danau dengan muka santai meskipun tetap datar.

“Ok. Aku setuju denganmu. Bentar…. Setelah kupikir-pikir… Apa namamu cuman sekedar Ananda?”, Aku memandanginya dengan muka serius.

“Ananda. Kandias Ananda. Itu nama lengkap Saya”, Ananda balas menatapku dengan spontan.

“Oh…. Jadi kupanggil dengan apa? Kakak? Kak Kandias? Kak Ananda? Karena kita beda satu tingkat”, Aku langsung mengalihkan pandanganku untuk menghindari pandangannya. Diam-diam mengejutkan.

“Jadi…. Anda…. Sebenarnya lebih muda dari Saya?”, ekspresinya berubah menjadi penuh heran dengan muka datarnya.

“Tentu saja. Apa kau tidak menyadarinya?”, Aku setengah berbisik.

“Tidak. Maaf atas ketidaktahuan Saya”, Ananda kembali menatap ke arah danau.

“Jadi Aku harus memanggilmu dengan sebutan apa?”, Aku tetap bertanya.

“Kandias, Ananda, Kak Kandias, Kak Ananda, atau…. Bro?”, Ananda tetap memandangi angsa yang sedang melewati danau

“Bro? Boleh deh. Bro, bro! Kau mau ini?”, Aku mengatakan sembari menyodorkan cilok yang masih tersisa separuh.

“Ya, terima kasih”, Ananda mengambil sebilah lidi yang tertancap di ciloknya dan mengambil beberapa cilok, segera melahapnya tanpa pikir panjang. Ia terlihat menikmatinya dan menyapukan tangannya yang kotor terkena saus kacang ke tisu yang diambilnya dari tasnya.

“Bro…. Aku penasaran sih. Bukan maksudnya tidak sopan atau apa…. Tapi… Apa yang kau ingat sampai sekarang? Maksudku…. Bagaimana kehidupanmu?”, Aku penasaran sembari memakan cilok lagi.

“Yah…. Yang Saya ingat? Saya jujur orang yang pelupa, tetapi Saya selalu mencatat kejadian sehari-harinya di smartphone. Entah mengapa... Saya tidak bisa membacanya?”, Bro membuka layar kunci smarphonenya yang terlihat rumit dan menunjukkan kepadaku sebuah aplikasi diari. Yang berisi banyak tulisan, rekaman suara dan video jika melihat dari simbol gambarnya.

“Bro, itu ada tulisan nya banyak lagi”, Aku berusaha mendekat.

“Apa Anda sedang berkhayal? Saya tidak melihat tulisan sama sekali, kecuali untuk beberapa bagian tertentu”, Bro mencubit pipiku.

“AAWWW!!! Sakit tau!”, Aku langsung berteriak. Kulihat lagi layar smartphonenya, tapi tulisan itu tetap ada. Apa hanya dia tidak bisa melihat tulisannya karena amnesia?

“Bagaimana? Apa Anda sedang berkhayal?”, Bro menatapku dengan penuh keheranan.

“Beneran deh! Demi kacang yang bertebaran di pasar. Tulisan itu bisa kulihat!”, Aku menggulir layar smartphonenya kebawah dan keatas.

“Aneh…. Mengapa hanya Saya yang tidak bisa. Padahal Anda melihatnya….”, Bro menunjukkan muka sulitnya dan bergumam.

“A-anu! Apa Aku boleh menyimpan data diarimu? Sebagai gantinya Aku akan berusaha menunjukkan sesuatu sesuai dengan tulisan yang kubaca”, Aku merasa gugup sekaligus khawatir.

“Saya tidak tahu Hana-chi jujur atau bohong, tapi…. Apa untung dan ruginya untuk Saya dan Anda jika data diarinya Saya berikan kepada Anda?”. Bro menyalangkan matanya kepadaku seolah Aku itu orang mesum.

“Aku berpikir, ini yang terlintas dipikiranku. Jika Aku mendapatkan data diarinya, Aku bisa sebagai pemandu untuk mengingat semua hal yang telah lalu, berdasarkan data diarinya. Diluar itu, Aku tidak tau”

“Untungnya buat Anda? Apa Anda merasa diuntungkan dengan membantu Saya?”, Ananda tetap menyalangkan matanya kepadaku lalu Ia menggumam sesuatu hal dengan wajah yang serius dengan menatap ke arah lain.

“Maaf, Aku hanya ingin membalas budi dan ingin berteman denganmu. Kalau bicara soal untungnya untukku sepertinya tidak ada. Akupun tak tau untungnya apa”, Aku menghela nafas.

Bro membetulkan kaki dan bersila sembari menghela nafas. Apa Bro masih tidak percaya kepadaku. Wajar sih… Setelah dipikir-pikir, masuk akal. Apa Aku perlu waktu yang lebih lama di dunia VR ini. Belum lagi… Aku tak terlalu mengenalnya.

“Baiklah. Saya memberikan datanya kepada Anda”, Bro menadahkan tangannya dan menatap ke arah tangannya.

Aku segera memberikan smartphoneku kepadanya. Dia terlihat sedang sibuk dan sesaat kemudian menggaruk kepalanya dengan lembut.

“Apa tipe smartphone yang Anda pakai? Saya gagal paham”, Bro menunjukkan layar smarthoneku yang berisi verifikasi menggunakan bahasa pemrograman Kiwari Purwarupa. Oh iya, Aku lupa. Hanya orang tertentu yang bisa menguasai dan memahami bahasa ini, karena mereka hampir tidak ada. Bahkan hasil keluaran logika yang dipakai tidak sama seperti umumnya.

Aku mengambil smartphoneku dan melakukan verifikasi, dan aplikasi diarinya langsung terunduh di dalamnya. Kubuka dan tampilannya seperti di smartphone punya Bro.

“Anda berkata jika Saya memberikan datanya maka Anda akan membantu Saya. Lantas, tolong beritahu Saya tentang yang Anda lihat”, Ananda membuka smarthonenya dan menggulirnya keatas dan kebawah seperti tak ada kerjaan.

Aku menggulir kebawah beberapa kali dan menemukan hal yang menarik dengan masa lalunya. Coba dulu deh.

“Bro…. Apa kau ingat, siapa yang menjadi pacarmu? Bahkan sampai sekarang”

“.........Maaf atas ketidaktahuan Saya, tapi Saya memang tidak mengetahuinya. Saya tidak mempunyai bayangannya”, Bro menghela nafas sembari duduk kembali bersila, duduk tegak dengan menyilangkan kakinya.

Berarti…. Bro benar-benar tidak mengingatnya. Bentar…. Apa dia jangan-jangan!!

“Bro! Aku antar kau pulang hari ini!! Kalau perlu kuantar jemput kemanapun kau pergi!!”, Aku setengah berteriak dihadapan Bro.

“Hah? Saya…. Bisa pulang sendiri. Saya masih mengingat dimana rumah Saya, dan beberapa tempat tertentu meskipun banyak tempat yang Saya lupa dimana. Hana-chi tenang saja….”, Bro menampilkan muka datarnya seperti biasanya bahkan ketika mendengarku setengah berteriak.

“Anu, kukira kau lupa dimana rumahmu….”, Aku tersipu malu dan menutup mukaku dengan tas sekolahku. Sepertinya Aku salah.

“Apa perkataanmu barusan itu sebuah modus?”, saat Aku menatap kembali, Bro menatapku dengan lembut meskipun dia tidak tersenyum.

“A-a-a-Aku! Nggak Modus!”, ya ampun. Mukaku sepertinya benar-benar merah sekarang. Ditambah dengan tatapannya yang terkesan menggoda.

Bro mengalihkan pandangannya kembali ke danau. Dersik sore hari yang lembut dan terasa menenangkan meskipun kami tanpa mengungkapkan sepatah kata apapun lagi. Ditambah banyak orang yang mengunjungi taman ini. Meskipun tak banyak yang datang setidaknya menambah keramaian di taman ini. Aku membuka layar kunci smartphoneku dan waktu menunjukkan jam hampir menunjukkan jam lima sore. Aku beranjak dari tempat dudukku dan memasukkan setumpuk camilan yang belum kumakan ke dalam tas. Kusisakan camilan nagasari pisang yang tak kumasukkan ke dalam tas.

“Bro. Aku pulang dulu ya. Sudah jam lima sih. Ini, kue nagasari isi pisang. Kalau kau mau sih…”, Aku mengambil tasku dan menyodorkan kuenya.

“Terima kasih…”, Bro menyambut kue yang kuberikan.

Setelah itu Aku meninggalkan taman dan kembali pulang ke rumah. Seperti biasanya, sesampainya di rumah langsung ke kamar dan mandi. Setelah mandi, Aku langsung membongkar isi tasku dan mengambil setumpuk cemilan yang langsung kutaruh di meja disamping tempat tidur.

Aku mengambil salah satu camilan yang berbentuk silinder ukuran yang pas untuk digenggam dan membuka bungkus yang berupa daun pisang, isinya lemper. Makanan yang terbuat dari beras ketan dengan isian abon sapi. Sembari makan, Aku membuka aplikasi diari itu lagi. Kata Ananda…. Atau Bro, tidak ada tulisannya. Tapi Aku melihat penuh tulisan, meskipun beberapa ada sebuah rekaman suara dan video didalamnya.

Aku menggulir layar ke bawah, sampai yang terbawah dari aplikasi diarinya. Tanggal dan tahunnya dibuat enam tahun lalu. Mungkin…. Umur Bro masih sembilan atau sepuluh tahun.

Kusentuh bagian terbawah itu dan terdapat tulisan.

📖 01 April YQSS ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Hello!


Senang bertemu denganmu AIDE, maksud Saya Artificial Intelligence Diary Engine. Suatu hal yang menyenangkan bisa mendapatkanmu dari ayah dan temannya ayah.

Katanya Saya bisa berkata atau bercerita apapun disini. Mereka tidak akan tahu, bahkan orang luar sekalipun.

Saya berharap bisa membagi pengalaman Saya kepadamu.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



>> Back to  Bit_Memoir Page

Komentar