[Nara Lakuna] Bagian 1 : Nostalgia
[01011001 01010001 01010001 01010001]
"一Master, penataan terlaksana dengan baik. Apakah ada tugas selanjutnya?一", suara manusia artifisial yang meminta tugas selanjutnya kepada Saya.
"Tiada. Stand by", Saya memerintah Pod untuk berjaga jika ada tugas-tugas lain yang harus diselesaikan.
"一Affirmative Master一", Pod tersebut bersiap terbang dan kembali ke tempat penyuplai energinya.
Tugas minggu ini sudah terselesaikan. Dan hanya menunggu mereka siap. Saya membuka layar kunci smatrphone dan menggulirkan layarnya tanpa tujuan apapun, sekilas melihat aplikasi AIDE. Sudah lama sejak kejadian itu, Saya tidak membukanya. Data sehari-hari sudah otomatis tersimpan di server Pod, sehingga tidak ada alasan lagi untuk menggunakannya selain bernostalgia.
Data terakhir.... Tahun YQQZ. Masa yang berada ditingkat terbawah dari hidup Saya. Banyak hal yang terjadi, dari hal yang membuat hampa hingga membuat membahagiakan sekalipun.
Di ingat-ingat, di tahun itu juga Saya pertama kali bertemu dengan istri Saya sekarang. Menurut banyak orang termasuk kolega, istri Saya termasuk "Yamato Nadeshiko". Tipe wanita ideal untuk menjadi istri yang baik.
Rasanya geli bercampur aduk dengan bangga memiliki istri yang seperti istri Saya. Bukannya mengejek, orang juga mempunyai sisi lainnya yang tidak ditampilkan kepada orang lain. "Yamato Nadeshiko" identik dengan wanita elegan yang mempunyai tata krama setara dengan wanita kerajaan. Istri Saya justru sebaliknya jika hanya bersama Saya.
Dia imut seperti anak baru kelas 10 SMA, meskipun sudah berkepala tiga. Dan, mempunyai sisi menyebalkannya juga. Tetapi, Saya juga tidak menolak mentah-mentah dengan anggapan orang tentang istri saya. Meskipun nyinyir, se-enak jidatnya saat memilih sesuatu, dan semenyereramkan dia saat marah, Saya tetap menyayanginya bagaimanapun juga.
Dan juga kejadian lainnya. Saya masih mengingatnya dengan jelas.
[01011001 01010001 01010001 01011010]
"Kandias.... Maafkan aku ya?", Saya mendengar suara dari earhone. Suara perempuan yang Saya kenal, sangat kenal sekali.
Rasanya langsung hancur seketika, seolah menerima kata 'Revisi Skripsi mu lagi!' dari Dosen pembimbing. Saya merasa buruk, dari yang tadi merasa normal dan baik-baik saja.
"Kandias... Gimana kabarmu?", suara perempuan itu terdengar manis.
"Kabarku baik-baik saja, sampai beberapa detik yang lalu", Saya balas dengan singkat.
"Kamu jahat ya sekarang setelah jadi mantan... Ternyata kamu sama kayak dulu ya...", perempuan itu terdengar sedih. Saya hanya terdiam dan tetap berjalan sembari melihat sekeliling.
Banyak kendaraan-kendaraan yang berseliweran di jalan. Berhenti setelah di persimpangan empat, ada banyak orang yang menunggu lampu hijau untuk pejalan kaki menyala termasuk Saya. Saya sedang berjalan menuju rumah ketika perempuan ini menelponku.
"Oh iya, Aku mimpiin kamu loh. Aku jadi kangen sama kita yang dulu. Kamu dulu sering banget ngelakuin hal-hal yang romantis...", Saya mendengarkannya seperti angin lalu. Lampu hijau untuk pejalan kaki akhirnya menyala dan Saya kembali melanjutkan berjalan.
"Sampai sekarang aku belum menemukan yang seperti kamu. Aku harap... Kita nggak pernah putus...", Saya terhenti ketika.
Saya melihat truk dari arah berlawanan lalu lintas dengan kecepatan yang abnormal. Menabrak pembatas jalan yang berada di tengah dan berkelok-kelok dengan sangat tidak wajar di jalanan yang sedikit lebih ramai lalu lalang kendaraan. Truk itu terus berkelok-kelok hingga hampir mendekati seorang perempuan yang sedang berjalan di trotoar. Refleks, Sayapun langsung lari dan mendorong perempuan berambut cokelat lurus panjang yang ada di depan.
Berhasil!
.
.
.
CIIIITTTTTTTTT!!!!!!
BRRUUUAAKKKK!!!!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Deg!
Saya membuka mata dan melihat langit-langit sebuah ruangan yang berwarna putih dengan aksen biru tua. Saya langsung duduk dan melihat sekeliling. Saya melihat ada lemari, meja belajar, dan kasur yang sedang Saya duduki. Mungkin... Ruangan ini adalah kamar, dilihat dari fungsinya.
Saya bangkit dari kasur, berjalan ke arah pintu yang berada di samping meja belajar dan membuka pintunya. Saya melihat koridor yang lumayan panjang, sembari berjalan... Saya merasa mengenali koridor ini. Tapi apa?
Saya merasa samar-samar mengingatnya. Dan Saya berpapasan dengan anak perempuan dengan rambut hitam bob asimetris. Anak perempuan itu menatap Saya dengan senang.
"Kak Ananda, selamat pagi", anak perempuan itu terus menatap Saya seperti menunggu balasan dari Saya.
"Se... Selamat pagi....", Saya berkata dengan lirih.
"Kak, aku duluan ke bawah ya? Nanti kakak nyusul ke bawah! Mamah sudah menyiapkan sarapan buat kita", anak perempuan itu langsung berlari kecil meninggalkan Saya sendirian.
Siapa perempuan itu? Mengapa Ia menyebutku dengan sebutan 'kakak'?
Mamah? Siapa?
Mengapa Saya merasa asing, sekaligus akrab?
Saya merasa tidak mengenali tempat ini maupun anak perempuan itu.
Dan... Mengapa Saya merasa.... Sedih?
Saya berjalan melewati koridor yang terasa panjang dan menuruni tangga yang melingkar hampir setengah ruangan lebar yang berada di bawahnya. Sesampainya di bawah, Saya melihat ada tiga orang yang berada di ruangan yang ada meja, oven, kompor, dan kulkas.
Disisi lainnya Saya melihat figura-figura yang menggantung di dinding. Terlihat foto seperti sebuah keluarga. Entah mengapa Saya merasa akrab dengan mereka semua termasuk anak laki-laki yang tersenyum bahagia tersebut. Saya menoleh kembali ke arah dapur.
"Kandias? Yuk makan bersama disini", perempuan paruh baya berambut pendek yang mengenakan celemek melambai-lambai diiringi dengan senyuman mengajak Saya untuk makan bersama.
Saya melangkahkan kaki menuju meja makan dan perempuan paruh baya itu menyuguhkan makanan di hadapan Saya. Siapa perempuan itu?
Mengapa.... Dia begitu baik sekali?
Saya lihat mereka... Terlihat hangat. Saya menyuapkan makanan ke mulut dan ada yang mengalir seketika dari mata Saya. Saya menyekanya dan kembali lanjut makan tanpa mempertanyakan mengapa Saya berlaku demikian.
Setelah makan, Saya beranjak dari tempat duduk dan langsung pergi keluar rumah ini. Membuka pagar, dan menyusuri jalan arah ke kiri. Sepanjang jalan Saya tidak melihat seorangpun yang berlalu. Terasa aneh.
Saya terus berjalan tanpa tujuan, hanya berjalan lurus terus-menerus dan melihat tempat duduk di bawah balkon berwarna coklat. Sayapun bergegas dan duduk disitu dengan menarik nafas yang dalam. Mengapa terlihat sepi?
Saya merasa akrab dengan tempat ini. Oh.
"Kaak! Kaak! Lihat, lihat! Ada layang-layang yang tersangkut di pohon!", anak perempuan dengan rambut bob asimetris menarik baju Saya dengan kuat.
"Oh iya! Pohonnya harus dipanjat dulu. Tapi.... Defara.... Pohonnya banyak semut. Tidak bisa....", Saya merasa sedih karena tidak bisa memanjat pohon.
"Yaah.... Layang-layangnya gimana dong.... Kan harus beli lagi", Defara terlihat sedih.
Saya mengingatnya. Kami sering bermain disini. Defara? Jadi.... Anak perempuan yang berambut pendek itu.... Bernama Defara?
Bisa jadi. Belum Saya pastikan apakah itu benar atau tidak. Saya baru mengingatnya juga. Di sekitar sini adalah daerah komplek rumah Saya. Sepertinya rumah yang Saya berada tadi... Rumah yang selama ini Saya tinggali. Saya melihat ke arah langit, dan terlihat indah dengan gumpalan-gumpalan berwarna putihnya seperti gulali yang bisa dimakan.
"Apa.... Saya masih hidup? Mengapa Saya merasa... Saya seharusnya sudah meninggal? Dan Saya terus merasa sedih", Saya bergumam dengan lirih.
"Apa kamu yang bernama 'Ananda'?", perempuan berambut coklat pendek yang beberapa bagiannya panjang dikepang memakai baju terusan berwana putih bertanya kepadaku dengan gembira.
"Iya. Sedang apa Anda mencari Saya?", Saya kaget dan bingung dengan kedatangannya yang mendadak dan tanpa Saya sadari.
"Aku mencari seseorang yang bernama 'Ananda' dan ketemu deh!", perempuan itu tersenyum simpul.
"Oh... Boleh Ananda bertanya?", Saya terlihat bingung dan menggaruk halus dagu yang sedikit gatal.
"Boleh, dan kenapa kamu harus menggunakan kalimat formal kepadaku? Kamu boleh kok pake kalimat-kalimat yang kamu banget!", perempuan itu duduk di samping Saya.
"Oh... Saya sudah terbiasa seperti ini, tapi Saya akan mencobanya... Saya bingung, mengapa orang-orang dirumah itu ramah kepada Saya?", Saya menunjuk sebuah rumah yang Saya duga sebagai 'tempat tinggal Saya selama ini'.
"Maksud Saya.... Siapa mereka? Bahkan mereka membuatkan Saya makanan yang enak serta laki-laki dan perempuan paruh baya memanggil Saya dengan 'nak Ananda'. Dan ada anak perempuan memanggil Saya pada saat ingin keluar rumah dengan sebutan 'Kak Ananda'...", Saya merasa sedikit aneh dengan perlakuan mereka.
"...Apa kamu ingat keluargamu?", perempuan itu bertanya kepadaku dengan polosnya.
"Keluarga? Maksud Anda?"
"Hm.... Berdasarkan penjelasanmu tadi, menurutku laki-laki paruh baya yang kamu maksud itu 'Ayah' mu. Perempuan paruh baya itu 'Ibu' mu.... Dan Perempuan yang memanggilmu dengan sebutan 'Kak' tadi adalah 'Adik' mu atau kerabat keluargamu yang lainnya yang mempunyai umur yang lebih muda ketimbang kamu. Gitu....", perempuan itu menjelaskannya dengan perlahan dan lembut.
"Ayah? Ibu? Adik? Apa mereka semua menyayangi Saya sehingga mereka seperti itu? Lantas, apa buktinya?", mungkin hipotesis yang Saya buat tadi ada benarnya juga.
"Tentu saja! Ibumu membuatkan makanan untukmu, Ayahmu memanggilmu sebagai anaknya... Dan adikmu juga menganggapmu sebagai kakaknya!", perempuan itu menjelaskannya dengan semangat dan senang jika dilihat dari senyumannya.
"Jadi.... Mereka itu 'keluarga' Saya?", Saya merasa takjub dengan senyumannya yang bisa terlihat menyenangkan.
"Tentu saja!", perempuan itu sepertinya menurut Saya tipe orang yang selalu terlihat ceria.
Saya berpikir.... Dia dan Saya berbeda 180°. Dia berasal dari sisi terang sedangkan Saya berasal dari sisi gelap. Entah mengapa, perempuan itu mencari Saya seolah pernah mengenal sebelumnya. Apa kami pernah berteman sebelumnya? Entahlah.
"Oh... Baik, baik. Aku harus pulang sekarang. Mereka sepertinya mengkhawatirkan Saya jika tidak pulang", Saya teringat tentang Defara dan beranjak dari kursi.
"Tunggu!", perempuan itu menarik tangan Saya dengan cepat.
"Apa kita bisa menjadi 'teman'?", perempuan itu menatap Saya dengan lekat.
"Baik.... Anda baik sekali, entahlah... Anda mau berteman dengan Saya, mengapa?", Saya menoleh kepadanya dan merasa aneh dengan permintaannya yang menurut Saya terasa janggal.
"Mengapa? Apa tidak boleh Aku berteman denganmu?", perempuan itu terus menatap Saya dengan lekat.
Saya merasa ragu dengan perempuan yang berada dihadapan Saya, "Anda orang yang aneh. Orang-orang pada umumnya tidak ingin berteman dengan Saya. Tetapi Anda-"
"Pilih ya atau tidak?", perempuan itu berkata dengan tegas.
"Ya, Saya ingin berteman dengan Anda. Sampai jumpa nanti...", Sayapun pergi dan langsung menuju ke rumah.
>> Back to Bit_Memoir Page
"一Master, penataan terlaksana dengan baik. Apakah ada tugas selanjutnya?一", suara manusia artifisial yang meminta tugas selanjutnya kepada Saya.
"Tiada. Stand by", Saya memerintah Pod untuk berjaga jika ada tugas-tugas lain yang harus diselesaikan.
"一Affirmative Master一", Pod tersebut bersiap terbang dan kembali ke tempat penyuplai energinya.
Tugas minggu ini sudah terselesaikan. Dan hanya menunggu mereka siap. Saya membuka layar kunci smatrphone dan menggulirkan layarnya tanpa tujuan apapun, sekilas melihat aplikasi AIDE. Sudah lama sejak kejadian itu, Saya tidak membukanya. Data sehari-hari sudah otomatis tersimpan di server Pod, sehingga tidak ada alasan lagi untuk menggunakannya selain bernostalgia.
Data terakhir.... Tahun YQQZ. Masa yang berada ditingkat terbawah dari hidup Saya. Banyak hal yang terjadi, dari hal yang membuat hampa hingga membuat membahagiakan sekalipun.
Di ingat-ingat, di tahun itu juga Saya pertama kali bertemu dengan istri Saya sekarang. Menurut banyak orang termasuk kolega, istri Saya termasuk "Yamato Nadeshiko". Tipe wanita ideal untuk menjadi istri yang baik.
Rasanya geli bercampur aduk dengan bangga memiliki istri yang seperti istri Saya. Bukannya mengejek, orang juga mempunyai sisi lainnya yang tidak ditampilkan kepada orang lain. "Yamato Nadeshiko" identik dengan wanita elegan yang mempunyai tata krama setara dengan wanita kerajaan. Istri Saya justru sebaliknya jika hanya bersama Saya.
Dia imut seperti anak baru kelas 10 SMA, meskipun sudah berkepala tiga. Dan, mempunyai sisi menyebalkannya juga. Tetapi, Saya juga tidak menolak mentah-mentah dengan anggapan orang tentang istri saya. Meskipun nyinyir, se-enak jidatnya saat memilih sesuatu, dan semenyereramkan dia saat marah, Saya tetap menyayanginya bagaimanapun juga.
Dan juga kejadian lainnya. Saya masih mengingatnya dengan jelas.
[01011001 01010001 01010001 01011010]
"Kandias.... Maafkan aku ya?", Saya mendengar suara dari earhone. Suara perempuan yang Saya kenal, sangat kenal sekali.
Rasanya langsung hancur seketika, seolah menerima kata 'Revisi Skripsi mu lagi!' dari Dosen pembimbing. Saya merasa buruk, dari yang tadi merasa normal dan baik-baik saja.
"Kandias... Gimana kabarmu?", suara perempuan itu terdengar manis.
"Kabarku baik-baik saja, sampai beberapa detik yang lalu", Saya balas dengan singkat.
"Kamu jahat ya sekarang setelah jadi mantan... Ternyata kamu sama kayak dulu ya...", perempuan itu terdengar sedih. Saya hanya terdiam dan tetap berjalan sembari melihat sekeliling.
Banyak kendaraan-kendaraan yang berseliweran di jalan. Berhenti setelah di persimpangan empat, ada banyak orang yang menunggu lampu hijau untuk pejalan kaki menyala termasuk Saya. Saya sedang berjalan menuju rumah ketika perempuan ini menelponku.
"Oh iya, Aku mimpiin kamu loh. Aku jadi kangen sama kita yang dulu. Kamu dulu sering banget ngelakuin hal-hal yang romantis...", Saya mendengarkannya seperti angin lalu. Lampu hijau untuk pejalan kaki akhirnya menyala dan Saya kembali melanjutkan berjalan.
"Sampai sekarang aku belum menemukan yang seperti kamu. Aku harap... Kita nggak pernah putus...", Saya terhenti ketika.
Saya melihat truk dari arah berlawanan lalu lintas dengan kecepatan yang abnormal. Menabrak pembatas jalan yang berada di tengah dan berkelok-kelok dengan sangat tidak wajar di jalanan yang sedikit lebih ramai lalu lalang kendaraan. Truk itu terus berkelok-kelok hingga hampir mendekati seorang perempuan yang sedang berjalan di trotoar. Refleks, Sayapun langsung lari dan mendorong perempuan berambut cokelat lurus panjang yang ada di depan.
Berhasil!
.
.
.
CIIIITTTTTTTTT!!!!!!
BRRUUUAAKKKK!!!!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Deg!
Saya membuka mata dan melihat langit-langit sebuah ruangan yang berwarna putih dengan aksen biru tua. Saya langsung duduk dan melihat sekeliling. Saya melihat ada lemari, meja belajar, dan kasur yang sedang Saya duduki. Mungkin... Ruangan ini adalah kamar, dilihat dari fungsinya.
Saya bangkit dari kasur, berjalan ke arah pintu yang berada di samping meja belajar dan membuka pintunya. Saya melihat koridor yang lumayan panjang, sembari berjalan... Saya merasa mengenali koridor ini. Tapi apa?
Saya merasa samar-samar mengingatnya. Dan Saya berpapasan dengan anak perempuan dengan rambut hitam bob asimetris. Anak perempuan itu menatap Saya dengan senang.
"Kak Ananda, selamat pagi", anak perempuan itu terus menatap Saya seperti menunggu balasan dari Saya.
"Se... Selamat pagi....", Saya berkata dengan lirih.
"Kak, aku duluan ke bawah ya? Nanti kakak nyusul ke bawah! Mamah sudah menyiapkan sarapan buat kita", anak perempuan itu langsung berlari kecil meninggalkan Saya sendirian.
Siapa perempuan itu? Mengapa Ia menyebutku dengan sebutan 'kakak'?
Mamah? Siapa?
Mengapa Saya merasa asing, sekaligus akrab?
Saya merasa tidak mengenali tempat ini maupun anak perempuan itu.
Dan... Mengapa Saya merasa.... Sedih?
Saya berjalan melewati koridor yang terasa panjang dan menuruni tangga yang melingkar hampir setengah ruangan lebar yang berada di bawahnya. Sesampainya di bawah, Saya melihat ada tiga orang yang berada di ruangan yang ada meja, oven, kompor, dan kulkas.
Disisi lainnya Saya melihat figura-figura yang menggantung di dinding. Terlihat foto seperti sebuah keluarga. Entah mengapa Saya merasa akrab dengan mereka semua termasuk anak laki-laki yang tersenyum bahagia tersebut. Saya menoleh kembali ke arah dapur.
"Kandias? Yuk makan bersama disini", perempuan paruh baya berambut pendek yang mengenakan celemek melambai-lambai diiringi dengan senyuman mengajak Saya untuk makan bersama.
Saya melangkahkan kaki menuju meja makan dan perempuan paruh baya itu menyuguhkan makanan di hadapan Saya. Siapa perempuan itu?
Mengapa.... Dia begitu baik sekali?
Saya lihat mereka... Terlihat hangat. Saya menyuapkan makanan ke mulut dan ada yang mengalir seketika dari mata Saya. Saya menyekanya dan kembali lanjut makan tanpa mempertanyakan mengapa Saya berlaku demikian.
Setelah makan, Saya beranjak dari tempat duduk dan langsung pergi keluar rumah ini. Membuka pagar, dan menyusuri jalan arah ke kiri. Sepanjang jalan Saya tidak melihat seorangpun yang berlalu. Terasa aneh.
Saya terus berjalan tanpa tujuan, hanya berjalan lurus terus-menerus dan melihat tempat duduk di bawah balkon berwarna coklat. Sayapun bergegas dan duduk disitu dengan menarik nafas yang dalam. Mengapa terlihat sepi?
Saya merasa akrab dengan tempat ini. Oh.
"Kaak! Kaak! Lihat, lihat! Ada layang-layang yang tersangkut di pohon!", anak perempuan dengan rambut bob asimetris menarik baju Saya dengan kuat.
"Oh iya! Pohonnya harus dipanjat dulu. Tapi.... Defara.... Pohonnya banyak semut. Tidak bisa....", Saya merasa sedih karena tidak bisa memanjat pohon.
"Yaah.... Layang-layangnya gimana dong.... Kan harus beli lagi", Defara terlihat sedih.
Saya mengingatnya. Kami sering bermain disini. Defara? Jadi.... Anak perempuan yang berambut pendek itu.... Bernama Defara?
Bisa jadi. Belum Saya pastikan apakah itu benar atau tidak. Saya baru mengingatnya juga. Di sekitar sini adalah daerah komplek rumah Saya. Sepertinya rumah yang Saya berada tadi... Rumah yang selama ini Saya tinggali. Saya melihat ke arah langit, dan terlihat indah dengan gumpalan-gumpalan berwarna putihnya seperti gulali yang bisa dimakan.
"Apa.... Saya masih hidup? Mengapa Saya merasa... Saya seharusnya sudah meninggal? Dan Saya terus merasa sedih", Saya bergumam dengan lirih.
"Apa kamu yang bernama 'Ananda'?", perempuan berambut coklat pendek yang beberapa bagiannya panjang dikepang memakai baju terusan berwana putih bertanya kepadaku dengan gembira.
"Iya. Sedang apa Anda mencari Saya?", Saya kaget dan bingung dengan kedatangannya yang mendadak dan tanpa Saya sadari.
"Aku mencari seseorang yang bernama 'Ananda' dan ketemu deh!", perempuan itu tersenyum simpul.
"Oh... Boleh Ananda bertanya?", Saya terlihat bingung dan menggaruk halus dagu yang sedikit gatal.
"Boleh, dan kenapa kamu harus menggunakan kalimat formal kepadaku? Kamu boleh kok pake kalimat-kalimat yang kamu banget!", perempuan itu duduk di samping Saya.
"Oh... Saya sudah terbiasa seperti ini, tapi Saya akan mencobanya... Saya bingung, mengapa orang-orang dirumah itu ramah kepada Saya?", Saya menunjuk sebuah rumah yang Saya duga sebagai 'tempat tinggal Saya selama ini'.
"Maksud Saya.... Siapa mereka? Bahkan mereka membuatkan Saya makanan yang enak serta laki-laki dan perempuan paruh baya memanggil Saya dengan 'nak Ananda'. Dan ada anak perempuan memanggil Saya pada saat ingin keluar rumah dengan sebutan 'Kak Ananda'...", Saya merasa sedikit aneh dengan perlakuan mereka.
"...Apa kamu ingat keluargamu?", perempuan itu bertanya kepadaku dengan polosnya.
"Keluarga? Maksud Anda?"
"Hm.... Berdasarkan penjelasanmu tadi, menurutku laki-laki paruh baya yang kamu maksud itu 'Ayah' mu. Perempuan paruh baya itu 'Ibu' mu.... Dan Perempuan yang memanggilmu dengan sebutan 'Kak' tadi adalah 'Adik' mu atau kerabat keluargamu yang lainnya yang mempunyai umur yang lebih muda ketimbang kamu. Gitu....", perempuan itu menjelaskannya dengan perlahan dan lembut.
"Ayah? Ibu? Adik? Apa mereka semua menyayangi Saya sehingga mereka seperti itu? Lantas, apa buktinya?", mungkin hipotesis yang Saya buat tadi ada benarnya juga.
"Tentu saja! Ibumu membuatkan makanan untukmu, Ayahmu memanggilmu sebagai anaknya... Dan adikmu juga menganggapmu sebagai kakaknya!", perempuan itu menjelaskannya dengan semangat dan senang jika dilihat dari senyumannya.
"Jadi.... Mereka itu 'keluarga' Saya?", Saya merasa takjub dengan senyumannya yang bisa terlihat menyenangkan.
"Tentu saja!", perempuan itu sepertinya menurut Saya tipe orang yang selalu terlihat ceria.
Saya berpikir.... Dia dan Saya berbeda 180°. Dia berasal dari sisi terang sedangkan Saya berasal dari sisi gelap. Entah mengapa, perempuan itu mencari Saya seolah pernah mengenal sebelumnya. Apa kami pernah berteman sebelumnya? Entahlah.
"Oh... Baik, baik. Aku harus pulang sekarang. Mereka sepertinya mengkhawatirkan Saya jika tidak pulang", Saya teringat tentang Defara dan beranjak dari kursi.
"Tunggu!", perempuan itu menarik tangan Saya dengan cepat.
"Apa kita bisa menjadi 'teman'?", perempuan itu menatap Saya dengan lekat.
"Baik.... Anda baik sekali, entahlah... Anda mau berteman dengan Saya, mengapa?", Saya menoleh kepadanya dan merasa aneh dengan permintaannya yang menurut Saya terasa janggal.
"Mengapa? Apa tidak boleh Aku berteman denganmu?", perempuan itu terus menatap Saya dengan lekat.
Saya merasa ragu dengan perempuan yang berada dihadapan Saya, "Anda orang yang aneh. Orang-orang pada umumnya tidak ingin berteman dengan Saya. Tetapi Anda-"
"Pilih ya atau tidak?", perempuan itu berkata dengan tegas.
"Ya, Saya ingin berteman dengan Anda. Sampai jumpa nanti...", Sayapun pergi dan langsung menuju ke rumah.
>> Back to Bit_Memoir Page
Komentar
Posting Komentar