[Bahaduri Bikir] Bagian 3 : Terasa Ikrab

Ananda... jadi aib keluarganya?

Apa salahnya ya. Padahal, dia tidak terlihat seperti itu. Aku terus memikirkannya hingga sampai rumah. Bahkan pikiran itu masih menghinggapiku pada saat ingin tidur.

.

.

.

Keesokan harinya.

Beker yang berkicau seperti burung kutilang yang berjumlah banyak memaksaku untuk bangun. Yawn!

Aku tak sadar kapan tertidur karena memikirkan kejadian kemarin. Tapi, Aku teringat kalau hari ini hari pengujiannya.

Semangat dong!

Hari ini tahap pengujiannya!

Untuk menyemangati diriku, Aku segera mandi dengan air dingin yang menyegarkan dan setelah keluar dari kamar dan menuruni tangga dan duduk di meja makan, sarapan yang dibuat oleh Okaa-san. Panekuk lembut!

Rasanya seperti makan bantal yang begitu lembut tetapi manis.

Ah~

Enaknya panekuk manis~

Aku melahapnya dengan cepat, dan tak terasa cepat pula habisnya.

Setelah menikmati sarapanku, kulihat Otou-san sudah berada didalam mobil yang sudah terparkir didepan pagar masuk rumah. Tanpa berpikir apapun Aku langsung menghampiri mobil itu dan masuk. Otou-san mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, menuju ke rumah sakit yang kemarin.

Angin pagi yang sejuk yang berasal dari luar jendela mobil membelai pipi ku dengan lembut. Banyak pohon-pohon yang dilalui melambai-lambai seolah menyapaku dengan senangnya. Sesampainya di depan pintu utama rumah sakit, Aku segera turun dari mobil dengan menapakkan kakiku ketanah terlebih dahulu baru kemudian seluruh badanku.

Otou-san memarkirkan mobilnya di ujung parkiran rumah sakit. Aku hanya melihat hanya beberapa orang yang berlalu lalang di sekitar rumah sakit. Tak lama kemudian Otou-san keluar dari mobil dan menghampiriku. Kami berjalan melewati lorong-lorong dan beberapa taman. Aku dengan serius bercampur dengan tegang menuju sebuah ruang pengujian.



Ayo dimulai!

Aku menyemangati diri sembari berbaring di suatu ruang rumah sakit untuk menjalani pengujian VR. Aku melihat cowok yang kemarin itu juga. Dia terlihat seperti orang yang mempunyai ketenangan dalam tidurnya.

Wha... Kabel menjulur dimana-mana. Seperti kabel-kabel yang pernah kupelajari dulu pas awal-awal sekolah tinggi.

"Nee-san sudah siap?", Rei tiba-tiba berada di sampingku.

"Harus siap...", dengan semangat kemerdekaan '45 disertai dengan senyum lebar.

"Nee-san ingat-ingat ini.... Yang Rei dapat dari informasi, cowok itu namanya Ananda. Nama lengkapnya, Rei tidak melihatnya karena terburu-buru. Dia tinggal di kecamatan bagian selatan kota ini di komplek Permata blok E rumah nomor dua", Rei berusaha menjelaskannya.

"Ada lagi? Jika ada, informasi lainnya mungkin akan berguna", Aku tersenyum untuk menenangkan Rei yang terlihat gundah.

"Oh iya. Di VR harus makan dan minum, kalau tidak Nee-san kembali ke dunia nyata. Dari yang kudengar dari dokter yang merawatnya, kita hanya punya waktu 24 jam sebelum kesadarannya kembali pulih, jadi di VR Nee-san hanya punya waktu enam hari... Di sana juga bisa sakit!", Rei terkejut saat melihat catatan yang dia pegang dengan erat.

"Makasih Rei. Informasi itu berguna", ku menaruh tangan di kepala Rei dengan lembut.

"Ada lagi Nee-san! Umur dari player bisa diatur sesuai kehendak player loh", Rei terlihat senang.

"Player?", Aku penasaran dengan fitur itu. Dan siapa yang dimaksud dengan player oleh Rei.

"Nee-san dan Nii-san", Rei bersemangat.

"Nii-san? Sejak kapan kamu memanggil cowok itu dengan sebutan 'Nii-san'?"

"Dia punya nama jepang juga sih... Seperti keluarga Nee-san"

"Namanya?", aneh. Tidak biasanya di database ada identitas yang menggunakan nama palsu atau samaran.

"Nggak tau... Di informasinya gitu sih...", Rei tertawa kecil.

"Maaf mengganggu! Sebentar lagi tahap pengujian akan dimulai. Yang tidak berkepentingan silakan keluar dari ruangan ini", seseorang yang berwenang datang yang mengenakan seragam lengan pendek putih. Sepertinya dia teknisi untuk pengujian VR jika dilihat dari tanda pengenalnya.

"Dah Nee-san! Semoga berhasil!", Rei tersenyum dan setelah itu pergi dari ruangan.

Orang yang menyuruh Rei keluar memintaku memakai alat VR yang berbentuk kotak. Alat VR itu langsung kupakai. Kepalaku tiba-tiba pusing. Seperti di otakku ada pemberat.

Bruk!

.

.

.

.

.

Chirp... Chirp! Chirp!

Aku terbangun oleh bunyi burung-burung yang berada di luar jendela. Jam enam pagi. Aku menyentuh rambutku dan merasa... rambutku lebih pendek. Dan panjang dibagian tertentu. Disebelah tempat tidurku ada sebuah meja belajar warna hijau toska seperti yang asli dan di atasnya ada sebuah smartphone.

Aku mengecek smartphone dan hari ini. Delapan tahun yang lalu. Pas umurku baru 15 tahun.

Kuingat-ingat tentang poin-poin yang ditunjukkan Rei kepadaku. Bentar... Pertama, nama cowok itu Ananda, nama lengkap tidak diketahui. Dia tinggal di kecamatan bagian selatan kota ini, komplek Permata nomor dua blok E. Sepertinya dari sini lumayan jauh, mungkin. Dia di dunia VR ini berumur sama denganku. Berarti juga 15 tahun dong?

Selain itu, di dunia VR hidup seperti biasa dan hanya punya waktu 24 jam atau enam hari. Perlu makan, mandi dan semacamnya, bahkan bisa terkena penyakit. Ew... Bahkan penyakit pun bisa ada di dunia VR?

Jadi menurut asumsiku, makanan di dunia VR membantu untuk eksistensi diri kita sendiri di dunia VR tetap ada. Jika tidak makan dalam batas tertentu bisa lenyap dari dunia VR dan kembali ke tubuh asal. Bisa jadi ini merupakan kunci untuk kembali ke dunia nyata.

Setelah Aku mengingat poin-poin itu, Aku mengecek seluruh tubuhku kalau-kalau ada hal yang tidak biasa. Di lenganku, ada bar yang menunjukkan tingkat "kelaparan" dan ada tombol garis tiga horizontal. Yang kutahu itu tombol pilihan. Pas ku sentuh, keluar opsi parameter umur dan notifikasi. Barnya menunjukkan separuh penuh.

Berarti jika bar ini habis, Aku akan kembali ke dunia nyata.

Sip! Aku harus memenuhinya agar tidak sampai habis!

Akupun bergegas mandi seperti biasanya, setelah mandi, memakai terusan lengan pendek bertema putih salju dan renda yang imut di sekeliling kerah sebagai hiasan. Setelah itu mengambil setumpuk roti dan sebotol air putih di dapur dan memakannya. Sepertinya Otou-san dan Okaa-san tidak ada di rumah. Akupun makan sembari berjalan ke kecamatan bagian selatan.

Ada bus yang lewat di depan rumah! Tapi, nggak punya uang untuk naik bus... Jalan kaki aja deh sambil liat Gogol Maps. Aku menyalakan smartphoneku dan mencari alamat itu di Gogol Maps.

Lumayan sih... Satu jam berjalan kaki Aku baru sampai ke kecamatan bagian selatan di komplek Permatanya. Aku nggak melihat satu orangpun yang berlalu-lalang di sekitar kompleknya. Dengan terpaksa Aku harus mencarinya sendiri!

Sembilan jam berlalu.... Akhirnya Aku baru menemukan rumah nomor dua di blok E nya. Susahnya mencari blok E... Harus mengelilingi komplek Permata dulu berkali-kali baru dapat dimana blok E!

Didepannya hanya ada blok A dan blok B, dan jalannya memanjang ke belakang. Panjang sekali, sepanjang jalan kenangan bersama mantan. Dan sepanjang jalannya melewati bukit-bukit, ada danau luas yang bersih. Setelah melewati banyak pohon dipinggirnya, akhirnya sampai deh di depan rumahnya.

Rumahnya warna monokrom lantai dua terlihat minimalis, dan ada pohon angsana yang seperti ditanam di dalam sebuah rumah. Terlihat nyentrik, karena Aku bisa melihat garasi dan akar pohonnya sekaligus berada di bawah tanah. Selain itu punya jendela yang besar, ada banyak. Sampai-sampai Aku bisa melihat dalam rumahnya seperti apa. Dan tidak berpagar. Aku berjalan ke depan rumah itu dan mengetuk pintunya.

Tok, Tok, Tok!

.

.

.

Krriiieet, Ckrek!

Pintu terbuka dan Aku melihat perempuan paruh baya membuka pintunya. Sepertinya Aku pernah melihatnya di dunia nyata. Dia mempunyai rambut pendek bob dan bedanya sekarang mengenakan baju terusan berwarna hijau, tetapi dia tersenyum ramah.

"Kamu siapa?"



>> Back to  Bit_Memoir Page

Komentar