[Bahaduri Bikir] Bagian 2 : kenapa

Apa?
Nggak.
Nggak mungkin.
Apa salahku?
Apa ini kutukan?
Aku.... Kenapa.
Tanpa kusadari seseorang menarik bajuku dengan pelan. Aku melihat seorang anak laki-laki berumur 9 tahun. Dia terlihat khawatir, tetapi ditutupi dengan muka datarnya.
"Nee-san. Apa kau tidak apa-apa?", anak laki-laki itu tidak mengalihkan pandangannya.
Ugh... Rei, yah... dia kuanggap seperti adik sendiri meskipun tiada hubungan darah, hanya sebatas hubungan relasi yang baik antara Otou-san dan Raja Sorroworld.
"Rei... Aku tidak apa-apa", Aku hanya menunjukkan perban yang terlilit di sikut dan lututku.
"Haaaahhhh..... Syukurlah Nee-san tidak apa-apa. Aku mendengar dari Oji-san tentang Nee-san dan ada seorang laki-laki yang menjadi korbannya...", Rei menghela nafasnya seberat rasa khawatirnya kepadaku.
"Iya... Katanya dia mengalami amnesia nanti, ketika sudah terbangun", Aku memberitahu Rei apa yang kudengar dari dokter.
"Kasihan dia Nee-san... Apa Nee-san punya rencana?", Rei bertanya seperti menaruh harapan kepadaku.
"Rencana apa, Rei?", Aku penasaran.
"Nee-san biasanya membantu orang-orang yang membutuhkan. Itu yang Aku dengar dari Oji-san", Rei membuang pandangannya ke sudut ruangan sembari bersungut.
"Tapi... Akupun tak tahu harus bagaimana..."
Yah.... Sejauh ini belum ada rencana dalam pikiranku untuk mengembalikan ingatan cowok itu. Bahkan Akupun tak tau bagaimana rasanya menjadi orang yang mengidap amnesia.
"Rei juga... Dah, Nee-san. Aku harus mendatangi Oji-san. Beliau memanggilku untuk urusan Ayah", Rei langsung memotong keheningan saat Aku berpikir.
Rei pun pergi.
Membantu cowok itu. Gimana ya. Pikir Hanako, pikir. Pasti ada cara untuk membantunya mengingat kembali... Oh iya!!
Coba bangkitkan ingatannya dengan "proyek itu".
Aku segera mencari Rei yang sudah lenyap dari pandanganku sedari tadi.
Kesana! Gak ada. Ke kantin rumah sakit! Gak ada. Kesini.
.
.
.
Aku bertemu dengan Rei!

Dia berjalan ke arah ruang dokter.
"Rei!", Aku menyapanya sambil berlari kecil.
"Ada apa Nee-san?", Ia menghentikan langkahnya dan membalikkan badan ke arahku.
"Apa ayahmu mempunyai penemuan yang bisa menyelamatkan orang amnesia permanen??", antusiasku
"Aku tidak yakin sih... Sepertinya ada, sebuah VR... Dunia Virtual Reality", Rei menggaruk kepala bagian belakang dan terlihat seperti bingung.
"Apa Aku boleh meminjamnya?", Aku berusaha terlihat gembira. 
Mudahan boleh deh, ini mungkin alternatif yang bisa kupikirkan. Tanpa menganggu keluarganya juga. Lagipula tidak memakan waktu yang banyak.
"Mengapa? Itu baru saja masuk dalam tahap pengujian", Rei terlihat penasaran dengan pertanyaanku.
"Bagaimana kalau Aku dan Cowok itu jadi partisipan dalam pengujian itu?", Aku semangat dengan ide yang kupikirkan tadi.
"Nee-san... Ukh... Itu... Apakah Nee-san memikirkan apa 'masalah' yang akan dihadapi nantinya?", Rei berekspresi serius dan sedingin es di kutub.
"Eh? Dunia VR kan gak nyata?", Aku hanya berpikir yang terlintas dipikiranku bagian positifnya.
"Iya, tetapi selain itu... Apakah Nee-san yakin kalau ini cara tercepat dan teraman?", Rei mengerutkan alisnya, mungkin dia terlihat tidak senang dengan jawabanku yang tadi.
"Gak yakin 100% sih... Tapi cara ini ku pikir lumayan sangkil", Aku berusaha berekspresi untuk meyakinkan Rei. Dengan senyuman tulus dan ceria.
"Baiklah... Aku akan bicarakan itu pada Oji-san dan Ayah...", Rei tersenyum mendengar jawabanku yang tadi. Berhasil.
Rei kembali berjalan meninggalkanku.
Tahap pengujian. Ok... Aku harus bisa membangkitkan ingatannya!
Aku mengambil smartphone di saku celanaku. Di smartphone ada notifikasi pesan dari Otou-san. Kubuka.
Otou-san bahkan mendapat telepon dari pihak rumah sakit
Otou-san bahkan mendapat telepon dari pihak rumah sakit. Mungkin petugas perempuan tadi mengecek identitasku pas Aku diperiksa oleh dokter. Aku lanjutkan saja jalan ke taman. 
Sebelum sampai taman, Aku melihat banyak orang tua yang dirawat di rumah sakit. Jarang ada orang muda yang dirawat disini. Selain itu ada kaca-kaca jendela yang besar yang menampilkan indahnya dunia diluar gedung. Ada pohon ketapang kencana yang kokoh, pohon tabebuya yang bunga sakura berwarna magentanya bermekaran, dan ada juga pohon flamboyan yang berbunga-bunga merah. Pohon-pohon itu terlihat asri dan meneduhkan orang-orang yang berada dibawahnya.
Seseorang laki-laki bermata sipit setengah baya mengenakan kemeja lengan pendek berwarna biru tua dan celana pendek berwarna cokelat gelap sedang berbicara dengan Rei. Yang kumaksud, Otou-san berbicara dengan Rei di taman. Mereka duduk di bawah pohon flamboyan yang dibawahnya lumayan banyak bunga-bunganya berguguran.
Ah! Ketemu!
Aku menuju ke taman melalui pintu keluar dan segera mendatangi Otou-san dan Rei.
"Otou-san... Apakah Otou-san mempunyai proyek dengan Oji-san?", Aku mencoba bertanya kepada Otou-san. Sekaligus menyapanya.
"Rei, temui ayahmu sekarang jika beliau tidak sibuk", Otou-san sepertinya sudah selesai berbincang dengan Rei.
Rei pergi ke luar area rumah sakit dengan setengah berlari. Yang kulihat dari kejauhan ada sekumpulan penjaga yang menunggunya.
"Otou-san....", Aku berbicara sembari duduk disamping Otou-san.
"Kata Rei... Hana-chan mau menjadi partisipan untuk proyek itu. Padahal proyek itu masih dalam tahap pengujian", Otou-san terlihat khawatir.
"Tapi Otou-san... Aku ingin berbuat sesuatu dengan cowok itu dan dunia VR...", Aku mecoba memberi penjelasan.
"Maksud Hana-chan?", Otou-san mengeluarkan ekspresi kaget.
"Aku ingin menyelamatkan cowok yang menyelamatkanku", Itu yang kupikirkan. Mungkin akan berhasil.
"Cowok yang bakal menjadi amnesia nantinya?", Otou-san terlihat bingung.
"Iya Otou-san... Cowok itu yang mendorongku agar Aku tidak tertabrak truk..."
Otou-san menghela nafas, "Apakah Hana-chan siap?"
"...Siap", Aku memantapkan suara agar Otou-san yakin kepadaku.
"Dengan semua resikonya? Termasuk Bug, dan semacamnya?"
"Siap"
"Chichi khawatir apabila terjadi sesuatu nantinya...", Otou-san terlihat sedikit sedih dengan jawabanku sebelumnya.
"Otou-san tak usah khawatir. Kan Aku anak kuat", Aku mengatakannya dengan tersenyum. Agar Otou-san tidak khawatir, lagipula Aku kan niat berbuat baik.
"Baiklah... Dengan syarat, Hana-chan dan cowok itu selamat di dunia VR dan bisa kembali lagi ke dunia nyata, ya? Persiapkan segala hal yang diperlukan, karena besok hari pengujian VR", Otou-san mengatakannya sembari menghela nafas.
"OK! Terima kasih!", senyum bahagia disertai dengan semangat yang buanyak yang mengalir ke tubuhku. Dan Aku langsung memeluk Otou-san, Otou-san terlihat kaget sekaligus senang.
Setelah berbicara dan melepaskan pelukanku, Aku jalan dengan Otou-san untuk pulang ke rumah, dan melewati koridor ruang cowok itu. Lihat ke depan ruangan cowok itu. 
Di persimpangan tiga, Aku melihat laki-laki dan perempuan paruh baya. Perempuan paruh baya berambut bob dengan baju blazer berwarna hijau gelap itu terlihat sedang marah. Dan laki-laki paruh baya berbaju formal dan memiliki kumis yang aneh yang mengenakan setelan jas rapi berwarna hijau gelap terlihat sedang menenangkan perempuan paruh baya. Otou-san hanya terus berjalan meninggalkanku. Saat kudekati, dan bersembunyi dibalik dinding sayup-sayup kudengar ada teriakan, seperti orang yang sedang marah.
"Anak itu! Anak itu membawa kesialan di keluarga kita!", perempuan berblazer hijau gelap mengumpat.
"Tapi itu kan anakmu!", laki-laki berkumis aneh itu sedang berusaha menenangkan perempuan berblazer hijau dengan menahannya memasuki ruangan cowok yang tabrakan tadi.
"Anak itu... Besok hari perkawinannya dengan perempuan itu!", perempuan itu memaksa untuk masuk.
"Tapi.... Anak kita sudah menolak perjodohannya dan inilah hasilnya", laki-laki berkumis aneh itu tetap sabar dengan perempuan berblazer hijau.
"ANAK ITU AIB KELUARGA! Dia sudah mencoreng nama baik keluarga dan perusahaan kita!"
Perempuan berblazer hijau secara mengejutkanku berteriak. Mengapa perempuan itu berteriak. Bahkan itu terlalu tantrum menurutku jika melihat apa yang sedang dihadapinya.
Tiba-tiba perempuan yang mengenakan baju seragam anak sekolah putih abu-abu berambut bob dan mempunyai poni asimetris berlari dari belakangku dan mendekati laki-laki dan perempuan paruh baya itu sembari menangis.
"Kakak... Kakak... Tidak salah apa-apa...", perempuan muda poni asimetris berusaha menjelaskan meskipun dia kelihatannya ketakutan.
"KAKAKMU SUDAH MEMBUAT ANAK ORANG HAMIL!!!"
"T-t-t-ta-tapi...", perempuan muda berponi asimetris mengeluarkan air mata dan ketakutan.
"Sudah nak, pulanglah dulu. Ibumu perlu menenangkan diri dulu...", laki-laki berkumis aneh itu berusaha menenangkan anaknya yang ketakutan.
"Aku TAK SUDI PUNYA ANAK YANG SUDAH MENCORENG KELUARGA DAN PERUSAHAAN!!!"
Perempuan berblazer itu tetap tantrum, dan sepertinya mereka tidak menyadari keberadaanku yang melihat dan mendengarkan mereka.
"Sudah, sudah... Tak usah di dengarkan, Dek Defara.... Kak Ananda... Sedang istirahat....", didengar dari nada suaranya sepertinya laki-laki berkumis aneh itu sebenarnya juga sedih. Tetapi ditahan.
"Tapi... Defara yakin kalau Kakak nggak melakukan itu!", perempuan muda berponi simetris berusaha membela.
"DEFARA! Mamah tau segalanya! Defara masih kecil!", perempuan berblazer hijau itu membentak perempuan muda berponi asimetris.
"Sudah! Sudah! Ayo Mah! Pulang daripada menganggu pasien lainnya. Dek Defara ayo pulang juga", laki-laki berkumis aneh merangkul perempuan berblazer hijau itu.
"Baik ayah...", perempuan muda itu terlihat lesu dan sedih.
Mereka pun pergi.
Kenapa... Cowok itu... Mungkin nama cowok itu Ananda.
Ananda... jadi aib keluarganya?



>> Back to  Bit_Memoir Page

Komentar